JOGA BONITO

Pemain sepak bola asal Brasil yang kini bermain di Manchester United, Antony, mendapat kritik keras Paul Scholes karena aksi individu yang dipertontonkannya ketika klubnya sedang berhadapan dengan Sheriff. “Malah seperti badut,” kata Scholes. Antony melakukan gerakan memutar ketika bola sampai ke kakinya. Aksi individu yang memang tidak mempengaruhi jalannya pertandingan, kecuali membuat salah satu pemain Sheriff terpekur sejenak.

Ketika Antony melakukan aksi memutar itu, skor masih 0-0. Di akhir pertandingan, MU memang mencetak tiga gol tanpa balas. Tidak ada tanggapan — sampai saat ini — dari Antony atas kritikan keras yang dialamatkan kepadanya.

Di Brasil, aksi serupa — apa pun bentuknya — diterima dengan lapang dada karena negara tersebut meyakini sepak bola indah, yang dikenal dengan nama Joga Bonito, telah menjadi urat nadi mereka. Sekeras apa pun usaha untuk membuangnya, pastilah akan selalu ada pemain atau pelatih yang hendak membawa kembali joga bonito ke atas lapangan lagi.

Memang, karena gagal menjadi juara dunia sejak tahun 1970, Brasil mengubah karakter sepak bola mereka, terutama menjelang Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Jogo Bonito dianggap telah membuat mereka gagal merengkuh pemuncak sepak bola dunia karena dikalahkan oleh tim dengan permainan yang lebih pragmatis. Ratapan tersebut begitu mengemuka pada Piala Dunia 1982 dan 1986.

Majalah Tempo bahkan menurunkan laporan utama ketika Brasil disingkirkan oleh Perancis di babak perempat final melalui tendangan adu penalti. “Sepak Bola Indah Telah Pergi,” tulis Tempo.

Brasil seperti melakukan adaptasi dengan perkembangan sepak bola modern ketika kerjasama tim lebih diutamakan daripada kecanggihan individu. Namun, sekuat apa pun adaptasi itu, siapa yang bisa membantah kalau kita terhibur dengan bakat alamiah yang dimiliki para pemain asal Brasil: Romario, Bebeto, Rai Oliviera, Ronaldo Nazario, Rivaldo, Ronaldinho, Kaka, Andriano, Carlos, Robinho, sampai kepada Neymar.

Dalam konteks aksi memutar itu, sebetapa pun konyol di mata Scholes, hal tersebut merupakan DNA yang dimiliki oleh Antony sebagai pemain Brasil. Sebuah aksi yang secara genealogis tidak akan dipahami oleh pemain yang tumbuh dalam ingatan Kick and Rush. Sepak bola Inggris modern hanya memberikan kita tiga nama dengan skill individu yang enak ditonton: John Barnes, Paul Gazcoigne, dan Michael Owen. Selebihnya, kita melihat pemain dengan skill individu yang menjadi subordinat kerjasama tim.

Akan tetapi, Antony tidak hidup ketika Revelino ditunggu oleh segenap mata publik dengan aksi elasticonya. Sebuah teknik yang disempurnakan oleh Ronaldinho tiga dekade berikutnya. Antony tumbuh dalam bisnis sepak bola yang mengabaikan, bahkan pada titik tertentu menistakan skill individu yang ciamik. Bukankah sepak modern akhirnya membunuh pemain bernomor sepuluh.

“Inggris yang melakukan itu!” kata Teuku Fadli tegas. Fadli meyakini secara konspiratif bahwa Inggris telah membunuh keindahan sepak bola, dari permainan yang enak ditonton dengan lahirnya para seniman sepak bola, menjadi sekumpulan pemain yang bergerombol berebut bola. Fadli, sepertinya, juga membaca kegundahan Carlos Cafu, “Pemain muda Brasil jangan terlalu cepat bermain di Eropa, nanti mereka akan besar kepala karena pujian Gerry Neville.”

Cafu merupakan pemain yang menghabiskan masa perkembangan sepak bolanya di Brasil. Di bawah asuhan Tele Santana, Cafu menjadi bagian dari klub Sau Paulo yang mengalahkan dua rakasasa Eropa, Barcelona dan AC Milan di Tokyo dalam ajang perebutan Piala Toyota.

Piala Toyota merupakan kelanjutan dari Piala Intercontinental yang mempertemukan dua klub pemuncak juara di Eropa dan Amerika Selatan setiap tahunnya. Apabila kita menyimak catatan statistik sebelum Eropa membuka lebar-lebar pemain asing datang ke benuanya, selalu saja kita menyaksikan pertandingan yang saling mengalahkan. Itulah kenapa, sebagai penikmat sepak bola yang menyaksikan kemenangan Nacional atas PSV Eindhoven melalui adu penalti pada gelaran Piala Toyota 1988, kekalahan 0-5 Santos dari Barcelona dalam ajang FIFA Club World Cup terasa menyesakkan dada.

Memang benar, tim dari Eropa, baik timnas maupun klub, sejak tahun 2002 sangat dominan di hadapan tim-tim dari Amerika Selatan. Salah satu penyebabnya adalah membanjirnya pemain muda dari negara Amerika Selatan di benua Eropa. Selain itu, karena kemajuan ekonomi dan politik, sepak bola Eropa mulai menerapkan teknologi untuk mengangkat level tim. Sambil bergurau, tetapi benar, Thomas Muller mengatakan kalau Jerman tidak memiliki pemain dengan deretan penghargaaan individu,”Tetapi, kami memiliki empat bintang di atas logo timnas.”

Dalam konteks kompetisi di ataslah, bahkan dalam konteks yang lebih bersifat genealogis, aksi Antony tersebut dapat dipahami. Lalu, apakah Antony, atau bahkan pemain-pemain asal Brasil lainnya akan menghentikan aksi individu yang telah menjadi darah daging sepak bolanya? Jawabannya singkat saja: Tidak!

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya