Lima Tokoh Paling Berpengaruh di Aceh Modern

Kelima nama yang saya susun ini merupakan hasil pembacaan dan refleksi selama ini. Pembacaan yang saya maksud adalah perjumpaan dengan teks, sedangkan refleksi merupakan perjumpaan dengan konteks. Teks dan konteks itulah kemudian memberi saya keyakinan bahwa Aceh modern memiliki lima orang yang paling berpengaruh.

Apa yang saya maksud dengan Aceh modern adalah perjumpaan wilayah paling barat Indonesia ini dengan ide-ide kabaharuan yang datang dari angin dunia Barat dan Timur sekaligus di permulaan abad ke-20. Konteks perjumpaan itu hanya satu: kondisi keterjajahan Aceh oleh negeri Belanda. Keterjajahan yang kemudian menimbulkan reaksi dari orang Aceh untuk melawan dan mendefinisikannya di zaman baru.

Lalu, apa definisi saya tentang pengaruh? Pertama, legacy. Kedua, distingsi. Ketiga, otentik

Legacy atau warisan adalah tentang apa yang dinikmati oleh generasi hari ini. Termasuk apa implikasi orang tersebut hadir dalam ruang sejarah Aceh. Distingsi adalah pembeda. Keberadaan setiap tokoh, betapa pun beririsan dengan tokoh lain sezamannya, menampilkan pembeda di mana kehadirannya di atas panggung sejarah selalu menjadi pusat atensi. Otentik merupakan keabsahan diri dari tokoh tersebut untuk memberikan pengaruhnya. Keotentikan biasanya erat berhubungan dengan kuatnya sosok ketokohan, baik itu dalam aspek karisma maupun konsistensi.

Dari ketiga kriteria itu, saya menyusun lima nama. Lima nama yang kebetulan saya urutkan berdasarkan usia kelahiran dan kontribusinya secara kronologis dalam sejarah Aceh modern. Kelima orang tersebut adalah Daud Beureueh, Amir Husin Al-Mujahid, Ali Hajsmy, Muda Waly, dan Hasan Tiro.

Daud Beureueh merupakan Bapak Kesadaran Aceh. Isa Sulaiman menyebut bahwa gelar kehormatan itu diberikan oleh media massa kala itu kepadanya atas kontribusi besarnya membangun kesadaran orang Aceh yang sedang terpuruk karena kekalahan perang melawan Belanda. Daud Beureueh merupakan ulama dari pedesaan. Dia tidak pernah mengecap pendidikan modern dan belajar ke luar dari wilayahnya. Daud Beureueh menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Aceh. Awalnya, dia seorang ulama aliran Tua yang mengapresiasi tradisi dan agama. Namun, dalam perjalanan waktunya, Daud Beureueh memilih aliran Muda yang berorientasi pada Islam yang berkemajuan, progresif, dan modern. Kemudian, dia pun menjadi orang terdepan yang menyebarkan pandangan modern keislaman dan kebangsaan di Aceh melalui jaringan madrasah dan keulamaan yang disusunnya secara rapi dan sistematis.

Amir Husin Al Mujahid adalah Bapak Pembebasan Aceh. Dia merupakan tokoh yang sedikit lebih muda dari Daud Beureueh. Rupa dan pikirannya menggambarkan semangat zaman. Dia memiliki keberanian untuk melaksanakan ide dan cita-citanya. Salah satu yang paling dikenang adalah dengan melakukan koreksi terhadap jalannya revolusi di Aceh. Koreksi yang dia lakukan dengan melakukan ekspedisi sepanjang ratusan kilometer dengan membawa para laskar dan masyarakat yang hendak dibebaskan. Koreksi terhadap revolusi telah memungkinkan Aceh hidup sebagai entitas yang setara. Sebagai seorang cendekia, Mujahid meyakini tentang meritokrasi. Oleh karena itu, dia setia terhadap keyakinannya tentang persaudaraan sesama manusia. Kemanusiaan menjadi basis etiknya. Atas alasan itulah, dia berijtihad untuk ikut membentuk Dewan Revolusi Darul Islam Aceh.

Ali Hasjmy adalah Bapak Pencerahan Aceh. Ali Hasjmy tumbuh dalam bekapan modernisme Islam dan keterpesonaannya pada ide keindonesiaan. Dari dua ide itu, dia menjadikan konsep negara-bangsa sebagai landasan pembangunan manusia. Dia mempercayai bahwa pembangunan manusia adalah kunci pembangunan negara-bangsa dan agama. Karena itu, Hasjmy menyodorkan pembangunan Kota Pelajar dan Mahasiswa Darussalam sebagai jembatan emas pembangunan manusia Aceh yang telah ambruk sejak perang melawan Belanda. Hasjmy sejak awal sudah membangun keyakinan itu dengan menulis sepanjang hayatnya tentang ide-ide yang dia percayai, mulai dari Islam progresif, gagasan kebangsaan baru, pembangunan jiwa merdeka, sampai ide Dunia Melayu Raya yang masyhur itu.

Muda Waly merupakan Bapak Dayah Aceh. Keberadaan Muda Waly menjadi penting karena dia telah menjadi patron bagi lembaga pendidikan Islam tradisional yang berada di basis-basis pedesaan di Aceh. Sebagai seorang sarjana Islam, Muda Waly disebut memiliki otoritas dan karisma keagamaan bagi para pengikutnya dalam mengembangkan format pendidikan berbasis dayah tersebut. Dari jaringan yang dibangunnya itu, kini dayah di Aceh berkembang pesat dan teroganisir, baik secara kurikulum, orientasi nilai, dan orientasi keagamaan.

Perkembangan paling mutakhir, kini sudah banyak dayah tradisional yang mulai mengintegrasikan diri, baik secara personal maupun kelembagaan, dengan institusi pendidikan Islam modern. Satu hal yang tidak pernah terbayangkan di abad lalu.

Hasan Tiro adalah Bapak Perlawanan Aceh. Dia merupakan salah satu murid kesayangan Daud Beureueh. Di mata Daud Beureueh, Hasan Tiro seorang pemuda yang cakap, telaten, patriotik, dan rela berkorban. Kepada Daud Beureueh jugalah Hasan Tiro belajar memahami jalan terjalnya sejarah sehingga dia memutuskan untuk melawan Indonesia, negeri yang ikut dia merdekakan. Hasan Tiro mengikuti jejak gurunya Daud Beureueh untuk membangun organisasi perlawanan. Perbedaannya, dia menambah unsur etno-nasionalisme, di samping keislaman. Banyak orang menyangka dia seorang sekular ketika membentuk organisasi perlawanan tersebut. Padahal tidak. Setiap gerak dan gagasannya itu bersumber dari sejarah Aceh, sedangkan wawasan Islam yang diperolehnya ketika mendekap modernisme Islam dalam asuhan Daud Beureueh.

Kelima tokoh ini kini dikenang sebagai orang yang paling memberi pengaruh untuk Aceh sampai saat ini. Jadi, sepertinya mustahil memahami Aceh tanpa memahami kelima sosok ini.

Editor: KM

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya