Pelestari Nusantara

Momen Selasa Wage, Yogyakarta begitu semarak. Warga bergembira. Tidak terkecuali saya. Sambil melihat keramaian, di museum Sonobudoyo, saya melihat penampilan band pelestari Koes Plus. Nama grupnya, Kala Hitam. Diambil dari salah satu judul lagu Koes Plus. Mereka membawa lagu-lagu Koes Plus-Bersaudara dengan arransmen orisinal.

Sebagaimana Koes Plus, personelnya berjumlah empat orang. Salah satu dari mereka, kepada saya, mengenalkan dirinya dengan nama Sumo. Di Kala Hitam, dia memainkan keyboard dan lead guitar. Posisi Tonny Koeswoyo.

Dua personel lainnya, bassis dan drummer, berpenampilan sangar. Ala rocker. Sedangkan vokalis utamanya memainkan rythem. Sangat harmoni. Terutama ketika membawakan lagu-lagu Koes Plus-Bersaudara dari vokal duet Yon-Yok Koeswoyo.

Warga yang mulai memadati sepanjang jalan Malioboro sampai Keraton mulai mengalihkan perhatian kepada grup itu. Mereka terus memainkan lagu demi lagu dari grup Koes Plus. Semua riang. Bergembira. Bahkan ikut pula bernyanyi. Koes Plus, melalui Kala Hitam, memberikan rasa gembira kepada siapa pun yang mendengar lagu-lagu mereka.

Kala Hitam, sebagai sebuah grup band yang membawakan lagu-lagu Koes Plus, disebut sebagai grup pelestari. Saya tidak mengetahui dari mana datangnya frasa “pelestari” itu.

Kalau saya boleh menerka-nerka, pelestari merupakan sematan dari kegiatan merawat warisan dari masa lalu. Koes Plus adalah warisan itu. Karya-karya grup, yang telah mengharu-birukan jagat musik nasional di era enam puluhan sampai tujuh puluhan itu, harus terus dipertahankan biar pun zaman dan selera orang terhadap musik telah berubah.

Komposisi demikian, Koes Plus-Bersaudara dengan grup pelestarinya, hemat saya hanya dimiliki oleh Koes Plus. Tentu, di luar grup band ini, kita melihat hal hampir serupa, misalnya pada Rhoma Irama. Namun, tidak semasif Koes Plus-Bersaudara.

Para penggemar menjadikan lima personel Koes Plus-bersaudara itu berada dalam imajinasinya. Pernah dalam satu era milis, ada seorang fans garis keras yang hanya mengakui Koes Plus formasi lengkap, yang membuatnya menolak formasi Koes Plus “Pembaharuan,” Padahal vokalisnya adalah Yon Koeswoyo. 

Bagi para penggemar, dari segala lapisannya, Koes Plus adalah sosok yang mereka bayangkan dalam kondisi ideal, yaitu Tonny, Yon, Yok, Murry, dan Nomo yang suaranya ada di dalam kaset, atau ketika melihat mereka tampil di atas panggung. Terlebih, bagi pelestari. Imajinasi mereka mengenai idolanya itu tentu saja melebihi kadar biasanya. Pelestari tidak hanya mendengarkan lagu-lagu Koes Plus-Bersaudara. Mereka melagukan di atas panggung. Berjingkrak, berteriak, dan menghayati. Sangat mengagumkan.

Ada banyak contoh, salah satunya Fudhy Setiadi. Salah seorang pelestari yang memiliki persona seperti Yon Koeswoyo. Lihatlah caranya bernyanyi, dari tekukan wajahnya, sampai cara dia bergaya di atas panggung; mirip sekali. Saya menyukai penampilannya itu. Seperti saya juga menyukai para vokalis grup pelestari lainnya, sebut saja: Heri B Plus, Wowok Hoss Band, Ghali T-Koes, Ario Neo Jibles, dan nama-nama lainnya yang pastilah selalu saya dengar suaranya. Mereka, hemat saya, adalah pelestari – bersama penggemar lainnya, yang menjadikan lagu-lagu Koes Plus Bersaudara masih dinyanyikan sampai sekarang.

Namun, para legenda itu memilik penerus secara biologis. Anak-cucunya. Mereka, dalam melihat sosok personel Koes Plus-Bersaudara, pastilah berbeda dengan cara pandang para penggemar dan pelestari. 

Tonny, Yon, Yok, Murry, dan Nomo adalah kongkret bagi mereka. 

Para legenda itu adalah manusia dalam pengertian hidup di bumi, bukan dalam imajinasi – seperti lazimnya yang dipikirkan oleh para penggemar. Oleh anak-cucunya itu, para legenda itu dapat tertawa, bahagia, menderita, terpuruk, bangkit, tersenyum, marah, sakit, sehat, dan seluruh tindakan hidup lainnya. 

Untuk itu, saya memahami sekali apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini di tubuh besar Koes Plus-Bersaudara mengenai hak cipta dan royalti. Lalu, sebagai penggemar, yang mulai mencintai Koes Plus melalui Junior – David dan Rico – tidak ada kata lain, kecuali, melihat jalan keluar terbaik bagi masalah yang sebenarnya laten.

Sudah sepantasnya, para legenda dan anak-cucunya dapat hidup bahagia dari karya yang telah menjadi bagian penting dari perjalanan negeri ini. Tentu saja, akan lebih indah, hal itu dapat lebih diraih bersama pelestari dan para penggemar.

Salam Jiwa Nusantara!

Ilustrasi: netralnews.com

Baca Juga

Cermin dan Kehidupan: Melihat Kualitas Diri dalam Setiap Pantulan

Ketika kita berusaha untuk memahami dan menjelaskan tentang dunia luar, kita ternyata justru sedang memproyeksikan keyakinan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita hidupi…. Kita bukan menilai dunia apa adanya, tetapi dunia sebagaimana yang kita yakini. Inilah mungkin, mengapa kita perlu untuk sesekali mencoba melihat dunia dari perspektif orang lain.

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.

Penyebaran Modern Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Bahasa Melayu Pasai yang telah luas penyebarannya telah menjadi sarana komunikasi efektif dalam menyatukan masyarakat Nusantara. Penguasaan bahasa Melayu Pasai yang sangat luas juga menyebabkan terjadinya penyerapan berbagai kosakata lokal masing-masing. Sehingga membuat bahasa Melayu Pasai itu terus mengalami penyempurnaan sebagai bahasa persatuan.