Tidak seperti Brazil, atau negara Amerika Latin lainnya, yang menjadikan sepak bola sebagai cara mereka keluar dari kemiskinan. Tidak juga seperti negara-negara di Eropa Barat dan Selatan yang telah mampu menyulap olahraga itu sebagai industri besar. Di Indonesia, sepak bola adalah jalan untuk kebahagiaan.
Sepak bola bagi orang-orang di Indonesia diperlakukan sama seperti orkes di malam hari, baik di pos ronda ataupun di tempat-tempat hajatan. Sepakbola diletakkan sebagai cara mereka tetap bisa tertawa di tengah kepenatan hidup atau medium tempat mereka berkumpul sebagai masyarakat komunal. Itulah mengapa di setiap kampung, kalau ada tanah yang sedikit lapang, entah itu sawah yang belum ditanami padi, tanah rata di sebuah proyek bangunan gedung yang belum dikerjakan, jalanan aspal di komplek perumahan, lapangan voly atau tenis, dan setiap jengkal tanah di atas bumi yang sedikit lapang akan mampu disulap menjadi lapangan sepak bola.
Di Indonesia, sepak bola dimainkan dengan riang, terutama bagi anak-anak. jangan dibayangkan anak-anak di indonesia memainkan sepak bola dalam skema La Masia — akademi sepak bola kepunyaan Barcelona, atau seperti di Sporting Lisbon yang pernah membuat orang seperti Martunis, yang sempat diajak oleh Ronaldo untuk menimba ilmu di sana, kebingungan karena tidak mampu mengikuti sistem dan pola yang ada.
Karena dimainkan dengan penuh keriangan, sepak bola di Indonesia bukanlah olahraga yang rumit. Asalkan ada satu saja bola, entah berkualitas atau tidak, selama masih bisa ditendang, olahraga ini akan terus dimainkan. Tidak perlu bingung mencari besi, kayu atau bambu untuk membuat tiang gawang, cukup meletakkan sandal di sisi kanan dan kiri yang ukurannya dilakukan dengan langkah kaki. Tidak perlu alat ukur standar FIFA atau AFC.
Setelah itu, jumlah pemain dibagi untuk menjadi dua tim. Supaya adil, pemain yang berbakat dibagi rata. Tidak boleh pemain yang cakap berkumpul dalam satu tim, sebab bila itu terjadi akan membuat permainan menjadi tidak berimbang. Hal yang tidak dipikirkan ketika sepak bola menjadi industri, di mana tim-tim dengan dana yang berlimpah akan membangun kekuatan yang dominan sehingga persaingan menjadi timpang.
Dalam seting sosial itu, pemain-pemain Timnas AFF 2020 seperti Asnawi, Egy, Witan, Arhan, Dewangga, Rumakiek, dan yang seangkatan dengan mereka tumbuh. Lihat saja bagaimana cara mereka hadir di turnamen itu, layaknya bersenang-senang menendang bola bersama teman-teman di sore hari. Tanpa beban. Berlari. Merebut bola dari kaki lawan. Terjatuh. Bangkit. Berlari lagi. Terus saja demikian sepanjang pertandingan.
Jadi, biarkan saja mereka bermain bola dengan caranya. Bagi penonton, terutama yang sudah dewasa, nikmati saja. Seperti kita menikmati pertandingan sore hari di lapangan desa. Biarkan pemain Timnas bergembira di lapangan.