Tanpa Sepak Bola, Indonesia Suram (7)

Setelah menonton wawancara Shin Tae-yong dengan televisi Korea Selatan, saya menangkap, jangan-jangan, Shing Tae-yong akan membuat batasan umur pemain Timnas Indonesia senior tidak lebih dari 25 tahun. Kalaupun, Shin Tae-yong membatasi umur pemain Timnas senior di bawah 25 tahun — walau hal itu hampir-hampir tidak terjadi — amatlah bagus. Saya mendukung. Sebab, usia demikian dalam masyarakat Indonesia sudah disibukkan dengan hal-hal di luar urusan sepak bola: bayar token listrik, biaya sekolah anak, bayar rumah KPR, gotong royong, reunian, rapat rutin di mushalla kompleks, dan seabrek urusan khas masyarakat komunal.

Dalam wawancaranya itu pula, dia mengatakan kalau Timnas Indonesia pernah menjadi tim dengan usia rata-rata pemain paling tua di Asia Tenggara. Shin Tae-yong pun kemudian membuat Timnas Indonesia dihuni oleh pemain muda dengan rata-rata umur 21,5 tahun.

Pelatih asal Korea Selatan itu percaya kalau kerangka Timnas Indonesia harus dibangun dengan pemain muda supaya lebih kuat di masa depan. Langkah Shin Tae Yong itu sangatlah tepat. Entah dia pernah membaca — atau mendengar — kalau para penggemar Timnas Indonesia sering bertanya sekaligus mengeluh, mengapa Timnas Indonesia selalu bermain bagus dan menawan ketika di kelompok umur, tetapi selalu jeblok ketika berada di Timnas senior.

Kita masih ingat betapa Tim Primavera sangat menjanjikan selama mereka ditempa di Italia. Sampai-sampai kita melihat kalau kerangka tim besutan Danurwindo itu akan membawa sepak bola Indonesia terbang ke langit. Hasilnya? Jauh dari impian. Paling akhir tentu saja Timnas U-19 era Evan Dimas. Tim yang pernah mengharu-birukan jagat sepak bola tanah air dengan menjuarai Piala AFF U-19 dan lolos ke Piala Asia. Lolos ke turnamen besar itu pun tidak main-main: mengalahkan Korea Selatan di GBK! Kini? Hanya menyisakan Evan Dimas yang malah lebih sering jadi pelapisnya Erianto sepanjang AFF 2020 lalu.

Selalu saja kita berhadapan dengan situasi demikian, bermain apik di waktu muda, menjadi payah di waktu beranjak usia. Lalu, orang-orang akan mengatakan kalau pembinaan sepak bola kita belum menyentuh sistem modern. Benar kalau Indonesia dianugerahi talenta hebat, tetapi talenta dan bakat saja tidaklah cukup kalau bukan tumbuh dalam kultur sepak bola modern yang meniscayakan pembinaan secara rapi. Indonesia — kata para pakar — belumlah berada tahap itu.

Selanjutnya, gagalnya pembinaan pemain karena kita memiliki persoalan dalam pengelolaan sistem kompetisi. Liga sepak bola Indonesia yang amburadul. Mungkin salah satu paling ambyar sedunia: jadwal liga yang tidak beraturan, sponsor yang segan hadir, tawuran antar pemain, kekerasan antar penonton, dan pengaturan skor. Ditambah, sepak bola kita juga dibekap oleh rendahnya etos.

Salah seorang pemain asing pernah mengatakan kalau impian pemain sepak bola Indonesia tidaklah tinggi. Asal sudah bisa memenuhi kehidupannya, maka hal tersebut sudahlah cukup. Itulah kenapa kita angkat salut kepada Asnawi karena dia lebih memilih bermain di liga Korea walau nilai kontraknya lebih rendah dari PSM Makassar. Asnawi memilih untuk melampaui batas kemampuannya dengan bermain di liga yang lebih kompetitif.

Baca Juga

Teuku Muhammad Hasan

Mr. Teuku Muhammad Hasan dikenang sebagai pelopor dan pejuang pendidikan yang berjasa besar dalam meningkatkan akses pendidikan serta memberdayakan masyarakat, khususnya di Aceh. Perjuangannya mencerminkan semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Sultan Terakhir: Semangat Jihad dalam Perang Aceh

Perang Aceh adalah perlawanan sengit antara Kesultanan Aceh Darussalam dan kolonial Belanda, yang dimulai ketika Aceh menolak kekuasaan Belanda di Sumatera. Dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Panglima Polem dan Teuku Umar, perlawanan rakyat Aceh meluas, didorong oleh seruan jihad dari para ulama. Teuku Umar, dengan kecerdikan strategi, berhasil menipu Belanda, memperoleh senjata, dan memimpin serangan balik. Namun, penjajah Belanda akhirnya memaksa Sultan Muhammad Daud menyerah. Meskipun Teuku Umar gugur, semangat perjuangan terus hidup lewat seruan dari dayah-dayah. Ulama memiliki peran penting dalam menginspirasi perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Kenapa Iskandar Tsani Takut dengan Tasawuf Falsafi

Sejarah kesultanan-kesultanan menunjukkan, ketidakstabilan politik tidak mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan. Misalnya pada kesultanan Peureulak, perkembangan ilmu pengetahuan di Zawiyah Cot Kala terjadi pada masa ketegangan antara Dinasti Meurah dan Dinasti Aziziyah. Demikian juga pada masa ketika Maharaja Bakoy berdinamika dengan Syarif Makkah, ilmu pengetahuan di Zawiyah Blang Peuria mengalami pertumbuhan pesat.

Kosmopolitanisme Kesultanan Aceh Darussalam

Dalam kondisi seperti itu, masyarakat memanfaatkannya dengan memperkaya komoditas untuk dapat terlibat dalam sistem perekonomian. Masyarakat pinggir kota fokus menanam padi dan biji-bijian lainnya. Sambil itu, mereka memelihara unggas. Semua itu sangat dibutuhkan pasar…

Kitab Masailai

Kitab Masailal Muhtadi atau yang dikenal sebagai Kitab Masailai menjadi rujukan dasar bagi para santri, menunjukkan kebutuhan akan kedalaman ilmu dalam penyampaian agama dengan cara yang dapat dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.