Tanpa Sepak Bola, Indonesia Suram (8)

Persiraja menang. Mendapat kabar itu seperti merasakan hujan yang turun dari langit setelah kemarau panjang. Terlebih, tim yang dikalahkan Persiraja adalah Persija. Tim elite di Liga 1 ini. Tim yang dikatakan satu deret bangku dengan Persib, Bali United, PSM, dan Persebaya. Sedangkan Persiraja merupakan tim semenjana karena berada di posisi buncit. Namun, seperti frasa klasik dalam olahraga ini,”Bola itu bundar.” Karena bundar, sepak bola bisa mengkisahkan kejadian apa pun.

Hasil semalam salah satunya.

Tidak ada yang berani meramal Persiraja akan menang. Hasil imbang — mengingat tiga pertandingan sebelumnya yang dilakoni Persiraja — dirasa lebih masuk akal. Lalu, apa makna dari kemenangan kemarin malam bagi Persiraja. Tentu saja masalah moral. Itu yang pertama dan yang paling penting.

Saya tidak bisa membayangkan suasana ruang ganti Persiraja setiap kali tim itu kalah. Apa yang pelatih bicarakan; apa yang sesama pemain bincangkan. Apakah mereka kehilangan minat bermain atau — karena fanatisme kedaerahan oleh beberapa pemain lokal — membuat semangat mereka tidak pernah padam.

Kemenangan melawan Persija juga membuat pengurus klub kembali menapak tangga optimis. Rahmat Djailani, Sekjend Persiraja, menulis kalimat menyentuh, “Kami tidak akan menyerah” di laman Facebooknya. Pemilihan kata ganti orang ketiga jamak itu olehnya tentu saja untuk Persiraja. Admin Instagram Persiraja juga pastinya sumringah. Postingan kemenangan ditulis dengan caption huruf kapital, “Alhamdulillah tiga poin! Terima kasih laskar rencong.” Lengkap dengan emoji tangan meninju dan hati.

Suasana seperti itu tentu akan berdampak baik bagi tim. Pelatih, manajer, pemain, dan para official kini boleh berharap kalau perjalanan Persiraja akan lebih panjang. Apalagi para fans — yang oleh admin Instagram Persiraja menulis bahwa kemenangan melawan Persija dipersembahkan untuk mereka: “Kemenangan ini kami dedikasikan untuk kalian yang selalu setia mengawal perjuangan kami.” — pastilah akan berlipat ganda lagi memberikan dukungan.

Memang perjalanan untuk tetap bertahan di Liga 1 masih panjang dan berat. Namun, tidak ada salahnya kemenangan istimewa melawan Persija dirayakan, sambil bersiap untuk menghadapi pertandingan-pertandingan berikutnya.

Foto: suara.com

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya