Tanpa Sepak Bola, Indonesia Suram (I)

Nadeo. Nama ini muncul pertama kali di Sea Games 2019. Dia sempat mencuri perhatian sebelum mulai keteteran di hadapan pemain Vietnam. Nadeo, yang awalnya digadang-gadang akan mengisi kekosongan kiper Timnas sepeninggal Kurnia Meiga, kehilangan perhatian dari penggemar sepak bola nasional. Terlebih, kiper muda yang lebih menjanjikan, yaitu Ernando, mulai mendapatkan tempat utama dalam skema kepelatihan Shin Tae-yong.

Namun, nasib baik masih berpihak kepada Nadeo. Ernando cedera menjelang lawan Vietnam di babak penyisihan grup B AFF 2020. Nadeo naik jabatan menjadi kiper utama Timnas. Dia bermain baik, kalau ukurannya adalah jumlah kebobolan. Melawan Vietnam, dia berhasil menjaga gawangnya tidak kebobolan. Sedangkan ketika berhadapan Malaysia, tendangan jarak jauh Kogileswaran Raj menjebol gawangnya. Selebihnya, Nadeo bermain baik. Walau terkadang masih mengkhawatirkan sehingga dia mendapat sorotan.

Teuku Fadli, salah seorang Pundit sepak bola terkemuka di Sumatera, adalah orang yang paling keras mengkritik Nadeo. Sampai kemudian, Nadeo menghentikan kritikan itu selamanya karena mampu menahan penalti Faris Ramli. Penalti itu bukan sembarangan. Nilai tendangan penalti kepunyaan Singapura yang diberikan oleh wasit dari Asia Barat itu memiliki nilai tidak terkira: ditendang di menit ke 90 oleh tim yang hanya memiliki sembilan pemain sejak menit sejak ke-67.

Penalti tersebut, kalau saja berhasil bersarang ke gawang Nadeo, bukan saja akan menggagalkan jalan Timnas ke final turnamen ini bahkan akan membuat tim ini dikutuk sepanjang sejarah. Bisa-bisa fondasi tim yang sedang dibangun oleh STY akan roboh seketika karena dihantam oleh amarah penggemar sepak bola Indonesia yang sering tanpa ampun ketika sudah kecewa. Untung saja hal itu tidak terjadi.

Nadeo gesit. Dia bergerak ke kiri gawang. Bola ditepis. Pemain Timnas bersorak kegirangan. Asnawi Mangkualam, kapten Timnas, tidak mampu menahan kegembiraan. Dia mendatangi Faris dengan sikap tubuh yang eksplosif. Sikap itu langsung menjadi meme di jagat media sosial. Di luar lapangan, di layar kaca, layar hape, layar lebar, di rumah-rumah, di cafe, di jalanan, di warung kopi, dan di mana pun, tepisan Nadeo disambut histeria. Sambutan yang melebihi empat gol yang bersarang ke gawang Hasan Sunny — kiper Singapura yang bermain dengan gemilang.

Nadeo, entah nanti apakah Timnas akan mampu mengalahkan Thailand di final, akan dikenang sebagai pemain sepak bola Indonesia yang telah memberikan kegembiraan yang tidak terkira.

Baca Juga

Melampauai Integrasi Ilmu: Dari Jamiah Baiturrahman Ke Jamiah Khairiyah

Setelah Jamiah Baiturrahman, lebih dua ratus masyarakat tidak belajar ilmu-ilmu umum. Barulah setelah kehadiran Tuanku Raja Keumala, Jamiah Khairiyah mampu menghadirkan kembali kajian-kajian ilmu-ilmu umum berbarengan kajian ilmu-ilmu agama yang melampaui integrasi ilmu. Namun itu belum cukup untuk mengembalikan semangat untuk kembali menjadi masyarakat yang terbuka, modern, dan kosmopolit. Dampak perang melawan Kolonial Belanda berkepanjangan, ditambah tidak belajar ilmu-ilmu umum sudah sangat lama, masih terasa hingga kini.

Cermin dan Kehidupan: Melihat Kualitas Diri dalam Setiap Pantulan

Ketika kita berusaha untuk memahami dan menjelaskan tentang dunia luar, kita ternyata justru sedang memproyeksikan keyakinan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita hidupi…. Kita bukan menilai dunia apa adanya, tetapi dunia sebagaimana yang kita yakini. Inilah mungkin, mengapa kita perlu untuk sesekali mencoba melihat dunia dari perspektif orang lain.

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.