Tren Berkebun Sayur Organik di Masa Pandemi

Pandemi Covid-19 saat ini memaksa setiap orang harus selalu berada di rumah, di mana hal tersebut memunculkan budaya baru yaitu berkebun di pekarangan rumah dengan menanam sayuran organik dan lain sebagainya.

Berkebun di rumah menjadi pilihan masyarakat untuk beraktivitas produktif yang sekadar meluangkan waktu di tengah aturan pembatasan selama masa pandemi Covid-19 saat ini. Tidak dipungkiri lagi bahwa kegiatan berkebun di masa pandemi banyak dilakukan masyarakat dan hanya membutuhkan sebidang tanah atau lahan sebagai tempat menanam sayur, bunga hias, tanaman herbal dan lain-lain. Biasanya lahan yang digunakan dapat berupa lahan kecil maupun lahan besar dan tanaman yang ditanam juga bervariasi sesuai dengan keingin pemilik rumah. Biasanya jenis tanaman yang ditanaman di pekarangan rumah berupa aneka ragam sayur organi dan bahkan tanaman bunga hias juga menjadi pilihan kegiatan produktif di tengah aturan pembatasan pandemi Covid-19.

Kegiatan berkebun juga dapat memberikan dampak positif bagi pemilik kebun yang mana jika musin panen tiba hal tersebut dapat dijadikan peluang bisnis atau sekadar hobi saja. Berkebun di rumah dilakukan sebagai bentuk menghilangkan rasa stress dan jenuh di tengah new normal saat ini, dan sebagai salah satu kegiatan sampingan jika ada waktu luang.

Dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini tidak serta merta menjadikan kita tidak produktif. Beragam aktivitas dapat kita lakukan di masa pandemi Covid-19 dengan melakukan hal-hal yang positif seperti berkebun sayur organik.

Kegiatan berkebun ini di antaranya dilakukan oleh Bapak Paiman (61 tahun), seorang pensiunan yang tinggal di Desa Pondok Kelapa, Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa (Aceh). Beliau menghabiskan waktu luangnya dengan berkebun jika tidak bekerja. Sayuran-sayuran yang ditanam tepat berada di samping rumah. 

“Memang lahannya tidak terlalu besar, tapi ya cukuplah untuk menanam beberapa sayuran. Sayuran yang sering saya tanam itu ya seperti sayur kangkung, kacang panjang, bayam, cabai, terong dan ada juga beberapa pohon seperti pohon coklat, pohon kelengkeng, serta pohon jeruk bali,” kata Paiman.

Ternyata lahan yang tidak begitu luas juga dapat dijadikan sebagai alternatif dalam bercocok tanam atau berkebun. Apabila dimanfaatkan secara optimal maka dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian keluarga.

Penggunaan lahan yang tidak terlalu luas dapat dilakukan dengan teknik bercocok tanam yang tepat. Hal ini dilakukan jika memiliki lahan yang luas dan tidak terpakai. Di antara teknik tersebut adalah:

  1. Vertikultur, vertikultur merupakan teknik bercocok tanam dengan memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan secara bertingkat sehingga dapat diterapkan di lahan yang sempit. Vertikultur umumnya dibentuk mirip anak tangga dengan sejumlah rak.
  2. Tabulampot. Budidaya tanaman buah di dalam pot (tabulampot) merupakan budidaya tanaman buah yang dilakukan pada kondisi lahan yang terbatas. Jenis pot yang digunakan dapat berbahan plastik, drum, semen dan lain sebagainya. Untuk bibit tanaman yang digunakan pada tabulampot sebaiknya yang berasal dari perbanyakan vegetatif. Tanaman yang mudah berbuah pada budidaya tabulampot di antaranya yaitu jambu biji, jambu air, jeruk, belimbing, mangga dan sawo.
  3. Hidroponik. Hidroponik merupakan budidaya tanaman dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Hidroponik cocok diterapkan pada daerah dengan air yang terbatas karena penggunaan air pada hidroponik lebih efisien. Bertanam dengan cara hidroponik tidak membutuhkan lahan yang luas karena dapat tumbuh pada instalasi pipa. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan melalui hidroponik juga bervariasi mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Jenis tanaman yang bisa ditanam secara hidroponik di antaranya yaitu selada, kangkung, bayam, tomat, strawberry.

Nah jadi tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak memulai berkebun di rumah, karena berkebun tidak hanya selalu identik dengan lahan yang luas serta hasil panen yang melimpah. Ternyata berkebun dapat dilakukan juga dengan lahan yang sempit apabila kita menerapakan salah satu teknik berkebun yang sesuai dengan kebutuhan lahan.

Pekarangan rumah kini banyak dimanfaatkan masyarakat dengan menanam mulai dari sayur, tanaman bunga, hingga tanaman herbal. Dengan berkebun setidaknya bisa memberikan kesehatan tubuh dengan selalu banyak bergerak dan beraktivitas.

Bapak Paiman mengatakan, “Sebetulnya lahan yang saya gunakan ini tidak begitu luas hanya dapat menanam beberapa sayuran saja, namun selebihnya saya tanam di belakang rumah, kalau dibilang lahan berkebun sih enggak ya karena luas lahannya hanya segini.” 

“Sebelum ada pandemi seperti ini ya saya sudah melakukan berkebun sayuran, cuma kalau sudah panen hasilnya digunakan untuk dikonsumsi sendiri, tidak saya jual. Tapi kalau untuk selalu rutin dalam berkebun ya tidak, karena perkerjaan saya kan sebagai supir truk jadi kalau misalnya gak kerja gitu ya berkebun, biasanya yang saya lakukan itu seperti menyiram sayuran, mencabut rumput dan juga menanam bibit sayuran baru,” tambahnya.

Masa pandemi seperti ini ternyata tidak hanya memiliki dampak negatif bagi kita dan waktu luang di rumah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan produktif kita mulai dari hobi atau pun hanya sekadar iseng-iseng yang memungkinkan akan menjadi hobi tetap, seperti halnya berkebun sayur.

Editor: Khairil Miswar

Baca Juga

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.

Penyebaran Modern Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Bahasa Melayu Pasai yang telah luas penyebarannya telah menjadi sarana komunikasi efektif dalam menyatukan masyarakat Nusantara. Penguasaan bahasa Melayu Pasai yang sangat luas juga menyebabkan terjadinya penyerapan berbagai kosakata lokal masing-masing. Sehingga membuat bahasa Melayu Pasai itu terus mengalami penyempurnaan sebagai bahasa persatuan.

Transformasi Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Dalam pengantar karyanya Mir’at Al-Tullab Abdurrauf Al-Singkili menegaskan:

“Maka bahwasanya adalah Hadarat yang Mahamulia (Paduka Seri Sulthanah Taj Al-‘Alam Safiat Al-Din Syah) itu telah bersabda kepadaku daripada sangat lebai akan agama Rasulullah bahwa kukarang baginya sebuah kitab dengan bahasa Jawi yang dibangsakan kepada bahasa Pasai yang muhtaj (diperlukan) kepadanya orang yang menjabat qadi pada pekerjaan hukmi daripada segala hukum syara’ Allah yang mu’tamad pada segala ulama yang dibangsakan kepada Imam Syafi’i radhuallahu ‘anhu”  :