Revolusi Azyumardi Azra

Oleh: Fachry Ali

Ketika masih sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA), setingkat SMA, di Pariaman, Sumarera Barat, Azyumardi Azra mengirim puisi berbahasa Inggris ke Harian The Indonesian Observer dan dimuat. Judulnya sendu: ‘Where My Heart Should be Achored’. Usai itu, Azyumardi kuliah di IAIN Ciputat.

Saya melihat potensi besar pada diri penyair ‘murung’ ini. Maka, dia bukan saja saya ajak menulis di Kompas, atau saya libatkan dalam beberapa penelitian, tetapi juga saya masukkan namanya, bersama dengan Komarudin Hidayat dan Iqbal Abdurrauf Saimima, dalam susunan redaksi majalah Panji Masyarakat yang terkenal itu. “Kalau bukan nama besar Kak Fachry,” kata Azyumardi Azra, “tidak mungkin nama saya tercantum di situ.”

Saya sudah menjadi peneliti LP3ES pada waktu itu. Pemred Panji Masyarakat, Rusjdi Hamka, menerima usul saya agar majalah itu, terinspirasi Tempo, membuat laporan utama (Laput) tiap terbit. Ini memberi kesempatan kepada saya memasukkan nama-nama yang kelak menjadi tokoh intelektual taraf global, untuk mewawancarai berbagai tokoh. Lalu, Laputnya saya yang tulis. Kecerdasannya memberi dilema kepada saya, dalam konteks kepemimpinan mahasiswa.

Awal 1980-an itu, muncul dua tokoh cemerlang di HMI Ciputat. Yaitu Azyumardi dan Pipip A Rifa’i Hasan. Saya khawatir kepemimpinan intelektual HMI cepat berlalu jika kedua tokoh ini bentrok di dalam konprensi cabang. Maka, saya membujuk Azyumardi untuk mengalah. Artinya, Pipip diberi kesempatan terlebih dahulu. Saya tahu, Azyumardi tidak senang dengan usul saya ini. Maka dengan terpaksa ia menurut. Dan benar saja, usai kepemimpinan Pipip, Azyumardi dengan mudah terpilih sebagai Ketum HMI Ciputat. Dan, setidak-tidaknya, suasana intelektual Ciputat yang tengah kami bangun, mendapatkan landasan lebih kuat dengan kepemimpinan Pipip dan dilanjutkan Azyumardi.

Tapi Azyumardi memberi signature yang tak bisa ditiru. Ia bukan saja menyelesaikan sarjana penuh justru ketika menjabat Ketum HMI Cabang Ciputat, melainkan membangun asrama anggota HMI dalam bentuk gedung. Ini sangat berarti. Sebab, asrama sebelumnya hanya berupa bangunan papan. Inilah yang kemudian dilanjutkan Azyumardi ketika menjadi rektor IAIN Ciputat.

Diinspirasi kampusnya di Columbia University, New York, Azyumardi mencari dana membangun kampus dalam desain yang diidamkan. Dan inilah yang saya sebut “Revolusi Azyumardi”.

Dengan kampus yang terbangun secara ideal, Azyumardi berjuang mengubah IAIN Ciputat menjadi universitas: UIN. Di samping membangun fakultas-falultas lain —sebagai syarat sebuah universitas— Azyumardi berjuang keras menciptakan Fakultas Kedokteran from scratch. Dan, ringkasnya, “revolusi” ini segera bertiup ke seluruh IAIN Indonesia.

Secara gradual, IAIN-IAIN di kota-kota besar berubah menjadi universitas. Dan, jangan lupa, dengan bentuk dan pola gedung yang sama. Ini bukan hanya “discourse revolution“, tapi meluas kepada “physical revolution.”

Tapi ini belum cukup. Sambil membangun, memimpin universitas yang “diciptakan” -nya, Azyumardi tetap malang-melintang secara akademis. Di samping tulisan-tulisannya yang tersebar —seperti di Kompas hari ini (21 Januari 2021) — karya-karya utuhnya diterbitkan penerbit ternama tingkat internasional.

Sebagai akademisi, AzyuMardi mendapat penghargaan tingkat dunia. Bahkan, memperoleh penghargaan dari Ratu Inggris. Jadilah Azyumardi sebagai “a perfect man” —yang prestasinya sukar kita kejar.

Hebat yuniorku ini!

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya