Membangun Ukhuwah Islamiyah di Era Milenial

Arus globalisasi sudah mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke 20 yang ditandai dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat yang saat ini kita sebut era milenial.

Era milenial ditandai dengan mudahnya masyarakat mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang begitu pesat. Generasi milenial menghabiskan hampir 85% waktunya dalam sehari untuk menggunakan gadget. Bahkan mereka dapat menemukan banyak teman online dari gadget mereka, akibatnya kurangnya waktu kebersamaan dengan keluarga serta minimnya nilai-nilai sosial dengan lingkungan sekitar. 

Saat ini generasi milenial mulai kurang mempedulikan nilai-nilai positif yang ada di sekitar mereka. Hal ini banyak dipengaruhi masuknya budaya Barat dan perkembangan zaman, akibatnya tak banyak dari mereka yang  paham akan ilmu agama dan ajaran-ajaran Islam. Padahal masa muda mereka bisa diisi dengan kegiatan-kegiatan positif yang ada di sekitar mereka, misalnya dengan mengikuti organisasi keagamaan, guna menciptakan generasi milenial yang berkualitas dan berwawasan keagamaan, karena generasi milenial merupakan generasi remaja yang akan menjadi penerus untuk melanjutkan estafet perjuangan bangsa.

Maju mundurnya suatu bangsa berada di tangan generasi muda. Dengan kata lain, jika generasi mudanya baik maka suatu negara akan maju dan berkembang. Dan sebaliknya, apabila generasi mudanya buruk maka negara akan mundur bahkan hancur. 

Seperti yang kita ketahui masa remaja menjadi masa yang rentan dalam tahap perkembangan kehidupan seseorang. Rasa ingin tahu yang tinggi membutuhkan ruang di mana dia bisa mendapatkan pengalaman untuk memenuhi rasa ingin tahunya.

Organisasi menjadi tempat atau ruang yang sangat positif dalam membangun kepribadian seorang remaja. Melalui organisasi seorang remaja akan memiliki tempat belajar untuk mendapatkan pengalaman yang positif. Dan dengan berorganisasi dapat membangun ukhuwah serta mempererat tali persaudaraan sesama umat Muslim. Seperti hadist Nabi Saw “Orang Islam itu satu sama lain bersaudara.” (HR. Abu Dawud).

Hadist tersebut menegaskan bahwa tak ada bentuk ukhuwah yang paling baik untuk dikembangkan umat Islam selain Ukhuwah Islamiyah. Menjaga dan memelihara Ukhuwah Islamiyah bisa dilakukan dengan berorganisasi, terutama organisasi keagamaan, seperti Remaja Masjid. 

Dengan adanya organisasi seperti Remaja Masjid bisa menjadi wadah bagi generasi milenial untuk membangun ukhuwah Islamiyah dan menambah wawasan mereka terutama dalam ilmu Agama.

Dengan adanya antusiasme para pemuda Remaja Masjid yang ada di setiap desa dan kegiatan-kegiatan positif yang mereka lakukan membuat terbentuknya suatu organisasi Remaja Masjid yang cakupannya lebih luas yaitu DPK BKPRMI (Dewan Pengurus Kecamatan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia) yang merupakan organisasi yang ada di Kecamatan Banda Mulia, yang dilantik pada 20 Desember 2020. Organisasi ini diketuai oleh Bapak Nasruddin dan pengurusnya beranggotakan 40 pemuda yang berasal dari desa yang berbeda di Kecamatan Banda Mulia. 

DPK BKPRMI ini menjadi salah satu organisasi keagamaan (keislaman) dan kepemudaan di Indonesia dari masa ke masa. Keberadaan DPK BKPRMI di kecamatan Banda Mulia yang keberadaannya telah turut serta memberikan andil yang penting dalam membina pemuda dan remaja dengan berbasis masjid.

Tak jauh berbeda dengan oraganisasi Remaja Masjid yang ada di setiap desa yang melibatkan para pemuda untuk ikut andil dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan maupun sosial, DPK BKPRMI juga melibatkan para pemuda sekecamatan dalam melakukan kegiatan-kegiatan positif yang cakupannya lebih besar. 

Menjadi generasi milenial seharusnya mereka bisa menjadi pemuda yang kreatif yang dapat mengembangkan ide-ide atau pendapat mereka yang bisa mempererat persaudaran antar remaja sekecamatan dan menjadi pemuda yang lebih baik lagi.

Ide-ide kreatif itu mereka tuangkan dalam program-program kerja DPK BKPRMI yang membuat masyarakat setempat merasa sangat terbantu dengan adanya organisasi tersebut. Setiap bulannya mereka mengadakan kegiatan gotong-royong membersihkan masjid, di mana masjid adalah tempat ibadah umat Muslim dan tempat ibadah tersebut haruslah bersih. Selain itu mengadakan kajian dan pengajian rutin bulanan yang dihadiri pemuda remaja masjid sekecamatan, guna menambah pengetahuan mereka tentang ilmu agama, memperbaiki bacaan Al-Quran mereka dan dapat membangun ukhuwah.

Belum lama ini tepatnya pada 26 Januari 2021 mereka mengadakan pembagian sembako kepada warga yang terdampak banjir di kecamatan Bendahara guna menjaga tali silatuhrahmi antar Remaja Masjid Banda Mulia dengan Remaja Masjid Bendahara. 

Tidak hanya sampai di situ saja mereka juga menghadiri takziah untuk membacakan doa yang ditujukan kepada si mayit dan nantinya akan ada kotak amal berjalan guna untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan. Acara itu juga dapat menjadi wadah bagi mereka untuk bersedekah dan saling berbagi untuk bekal mereka di akhirat kelak. Dan di pengujung acara ada tausiah singkat yang disampaikan oleh salah satu pemuda remaja masjid untuk mengingatkan kita akan kematian dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. 

Sebagai generasi milenial yang berwawasan keislaman sudah sepatutnya kita terus menjaga nama baik desa dan juga agama kita dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang positif yang bisa dijadikan motivasi bagi pemuda lainnya untuk menjadi insan yang lebih baik lagi. Seperti yang kita lihat sekarang banyak pemuda milenial yang terjerumus dengan budaya Barat demi mengikuti tren dan perkembangan zaman sehingga mereka mengesampingkan ajaran-ajaran Islam.

Itulah sebabnya pentingnya kita untuk terus mengingatkan sesama umat Muslim dan terus menebarkan kebaikan melalui kegiatan-kegiatan yang berbau dengan keagamaan, dengan memanfaatkan suatu organisasi yang ada di desa. Karena perubahan suatu bangsa berada di kalangan pemuda-pemudanya. Apabila baik pemudanya maka baik pula bangsa atau negara tersebut, begitu juga sebaliknya. 

Editor: Khairil Miswar

Baca Juga

Melampauai Integrasi Ilmu: Dari Jamiah Baiturrahman Ke Jamiah Khairiyah

Setelah Jamiah Baiturrahman, lebih dua ratus masyarakat tidak belajar ilmu-ilmu umum. Barulah setelah kehadiran Tuanku Raja Keumala, Jamiah Khairiyah mampu menghadirkan kembali kajian-kajian ilmu-ilmu umum berbarengan kajian ilmu-ilmu agama yang melampaui integrasi ilmu. Namun itu belum cukup untuk mengembalikan semangat untuk kembali menjadi masyarakat yang terbuka, modern, dan kosmopolit. Dampak perang melawan Kolonial Belanda berkepanjangan, ditambah tidak belajar ilmu-ilmu umum sudah sangat lama, masih terasa hingga kini.

Cermin dan Kehidupan: Melihat Kualitas Diri dalam Setiap Pantulan

Ketika kita berusaha untuk memahami dan menjelaskan tentang dunia luar, kita ternyata justru sedang memproyeksikan keyakinan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita hidupi…. Kita bukan menilai dunia apa adanya, tetapi dunia sebagaimana yang kita yakini. Inilah mungkin, mengapa kita perlu untuk sesekali mencoba melihat dunia dari perspektif orang lain.

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.