Harapan Terakhir

“Mereka yang melawan masa, pasti akan merana.” (Hikayat 1001 Malam).

Beberapa bulan lalu saya berdiri tertegun, heran, sedikit kagum di depan sebuah kios yang masih menjual piringan VCD dan DVD. Saya heran apakah masih ada orang yang memutar piringan putih itu untuk menikmati lagu dan menonton film. Saya yakin tidak ada lagi. Itulah yang membuat saya bertanya-tanya kenapa abang penjuan DVD masih bertahan. Meski tidak bisa melihat dia kedatangan pembeli, dia coba menyiasati kegundahan dan perasaan merana dengan menikmati musik yang dia putar kencang melalui video CD. Dan sepertinya, di kota itu, hanya tinggal dia seorang yang masih memiliki alat elektronik tersebut.

Tidak perlu lama-lama membicarakan dia. Saya juga harus segera menghantarkan istri untuk mendampingi keluarga penerima manfaat sebuah program.

Di perjalanan, kiri kanan kami dapat memandang hamparan sawah yang terbentang luas. Rupanya sedang musim panen. Berbeda dengan beberapa tahun lalu, kini tidak ada lagi pemandangan ibu-ibu yang berbaris memotong padi. Yang tampak kini adalah mesin pemotong padi mirip kendaraan amfibi tentara Uni Soviet. Sangat canggih alat itu. Dia terjun ke sawah yang penuh tanaman padi dan ketika bangkit, sudah mengarungi biji padi.

Mesin ajaib itu menyelesaikan banyak hal yang sebelumnya harus melalui beberapa tahapan memanen padi seperti pemotongan, pengumpulan, perontokan. Seketika saya tersentak. Berarti produksi alat perontok padi yang ada di tempat kelahiran saya harus segera tutup. Kasihan sekali. Padahal di sana banyak karyawan yang bekerja. Beberapa di antaranya teman sekolah saya dulu. Mereka harus mencari pekerjaan baru.
Banyak ibu rumah tangga yang sudah janda dan harus menghidupi anak-anaknya dengan menjadi buruh tani. Kini, peluang kerja mereka sudah terbatas. Tidak ada lagi harapan untuk bekerja sebagai pemotong padi. Yang tersisa hanya pekerjaan menanam padi. Namun sepertinya, urusan menanam padi juga beberapa tahun lagi akan ada mesinnya juga.

Bagi buruh tani, menerima upah penanaman padi adalah harapan terakhir. Setelah itu, mereka harus bersiap-siap untuk menemukan mata pencaharian lain.

Ini adalah fakta sosial yang tidak dapat dihindari. Melihat hal ini, saya jadi teringat pikiran-pikiran Yuval Noah Harari dalam Homo Deus. Di sana dia menggambarkan sudah sangat banyak pekerjaan yang digantikan mesin. Pada waktu hadapan, pekerjaan-pekerjaan manusia hari ini hampir semuanya akan digantikan mesin. Kata Harari, pekerjaan sebagai kasir mini market sekalipun akan digantikan mesin. Yudi Latif pernah bilang, pekerjaan akuntan juga akan segera digantikan mesin yang memiliki kecerdasan rekayasa.

Lantas apa yang harus dilakukan? Kata Harari, manusia akan mengisi hari-harinya dengan aktivitas-aktivitas yang lebih ‘manusia’ seperti berolahraga, bercengkerama dengan keluarga, berwisata, terlibat dalam komunitas filantrophi, meditasi, dan sebaginya. Tetapi apakah itu akan dapat dinikmati semua kalangan?

Manusia memang akan berusaha menolak kenyataan. Tetapi itu tidak akan bertahan lama. Perubahan adalah sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dihindari. Tindakan yang paling realistis adalah mempersiapkan diri. Para buruh tani harus mempersiapkan diri apabila seluruh pekerjaan mereka digantikan mesin. Mereka harus mampu mengasah keterampilan untuk bekerja di bidang-bidang yang masih dibutuhkan.

Memang pemerintah tidak diam dalam mengatasi masalah ini. Banyak anggaran dialokasikan untuk itu: Namun turun tangan pemerintah selalu terbatas. Bukan terbatas alokasi anggarannya; melainkan penyesuaian dengan kondisi lapangan. Anggaran negara yang sudah menjangkau desa seharusnya membuat para pengelola anggaran lebih peka dan punya niat baik. Namun sayangya masih ada pengelola anggaran yang paradigmanya bukan berorientasi pengembangan masyarakat tetapi bagaimana menemukan celah pencurangan anggaran tanpa terlacak.

Dalam hal ini, sangat dibutuhkan kesadaran para pengambil kebijakan dan pengelola anggaran mulai dari pusat hingga desa: bahwasanya pemberdayaan masyarakat itu sangat mendesak. Mengingat ke depan peluang mata pencaharian semakin berkurang.

Untuk mempersiapkan generasi ke depan yang lebih mandiri dan siap menghadapi perubahan zaman, pemerintah telah meluncurkan banyak program. Namun sangat sedikit di antaranya yang bertahan. Karena setelah dievaluasi, banyak program yang kurang efektif. Di antara program yang telah terbukti efektif dan indikator keberhasilannya dapat dilihat jelas adalah program keluarga harapan. Program ini diberikan kepada keluarga kurang mampu selama mereka memiliki komponen penerimaan manfaat seperti ibu hamil dan menyusui, lansia, dan penyandang disabilitas. Selain itu, sasaran utamanya adalah membantu biaya pendidikan anak usia sekolah dasar hingga menengah atas.

Sudah banyak mantan penerima manfaat program keluarga harapan yang mampu melanjutkan pendidikannya hingga berhasil mendapatkan pekerjaan yang layak. Dengan begitu, sang anak telah mampu mengeluarkan keluarganya dari kemiskinan. Program ini sangat unik, tidak hanya fokus pada penyaluran bantuan, tetapi juga terdapat pendampingan untuk mengedukasi masyarakat.

Pemerintah sadar untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik, kucuran bantuan materi saja tidak cukup. Dibutuhkan juga perbaikan pola pikir dan bertindak dari masyarakat itu sendiri.
Keberhasilan perubahan masyarakat menjadi lebih baik tidak hanya karena program bantuannya yang tepat sasaran, melainkan juga karena pemerintah telah berhasil menekan praktik-praktik korupsi di banyak instansi. Sehingga, mereka yang berhasil menjadi pegawai badan usaha negara, pegawai negeri sipil, polisi, tentara, dan sebagainya, bukan karena mereka anak, keponakan, menantu, anak teman pejabat tinggi lembaga-lembaga tersebut, melainkan karena kemampuan yang telah diuji secara objektif dan terbuka. Ini sangat berbeda dengan suatu ketika, di masa lalu, seseorang bisa otomatis menggantikan orang tuanya sebagai pegawai pemerintah tanpa uji standar yang memadai.

Hari ini, sudah sangat banyak perubahan pemerintahan menuju perbaikan. Negara benar-benar hadir untuk mengatasi masalah masyarakat melalui berbagai programnya. Perubahan tidak bisa dihindari. Pemerintah selalu berusaha supaya masyarakat membangun kesadaran untuk diri mereka dan bagi anak-anaknya untuk berusaha mengubah status sosialnya menjadi lebih baik. Dana bantuan pemerintah harus mampu membuat ekonomi masyarakat penerima manfaat program menjadi lebih baik, mentalitasnya juga diperbaiki, pandang dunia masyarakat juga harus menjadi lebih luas. Hal ini sangat penting supaya kelak para penerima manfaat bantuan, khususnya untuk pendidikan, memiliki daya kreatif, inovatif, dan plastis.
Semua pihak, para pendamping program, penerima manfaat bantuan, harus terus-menerus sadar bahwa dunia sedang dan akan terus berubah. Sebab itulah, persiapan keahlian yang berparadigma futurustik, penuh kreativitas, dan bekal plastisitas sebagaimana digambambarkan Yasraf A. Piliang, harus selalu dikedepankan.

Para pendamping program tidak boleh lelah: mengingatkan penerima manfaat program supaya selalu sadar bahwa dunia selalu bergerak. Bila mereka tidak berjuang memperbaiki jalan hidup anak-anak menjadi lebih baik, maka nasib mereka akan lebih buruk nantinya. Kalau dana program tidak didayagunakan sebaik-baiknya, bila kesadaran perubahan budaya dan mentalitas tidak diperbaiki, maka nasib anak-anak ke depan menjadi sangat tragis.

Dalam menyongsong perubahan zaman, segala alternatif profesi yang ada hari ini akan punah. Maka perlu membangun anggapan bahwa berbagai program pemberdayaan dan program bantuan pemerintah merupakan harapan terakhir. Pengelolaan dana bantuan oleh penerima manfaat harus benar-benar dialokasikan secara efisien. Sehingga generasi ke depan akan siap menghadapi perubahan. Dengan demikian, keberhasilan program dalam mengeluarkan keluarga dari kemiskinan dapat menjadi semakin efektif.

Segala pihak yang terlibat program-program bantuan dan pemberdayaan masyarakat harus optimis, bila benar apa yang digambarkan Harari dalam ‘Homo Deus’, maka anak-anak penerima manfaat program yang mereka dampingi harus menjadi manusia akan mengisi hari-harinya dengan aktivitas-aktivitas yang lebih ‘manusia’.

Tadi saya lewat lagi di depan kios penjual piringan VCD. Terkejut, kagum, dan maklum. Abang itu sudah mengisi kiosnya dengan mainan anak-anak: mobil-mobilan, boneka-boneka, aksesoris, dan beberapa jenis lainnya. Piringan VCD juga masih dijual. Disusun di bagian belakang item-item mainan. Sepertinya itu piringan-piringan VCD terakhir, hanya untuk menghabiskan sisa barang. Saya yakin setelah itu, dia akan berjualan mainan anak-anak: mobil-mobilan, boneka, aksesoris, dan sebagainya. Karena dia, sebagaimana banyak orang lainnya, sadar bahwa, “Mereka yang melawan masa, pasti akan merana”. Oleh karena itu, tidak bisa tidak: manusia harus menyesuaikan diri dengan perubahan.

Editor: Khairil Miswar

Ilustrasi: inggrism.com

Baca Juga

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.

Penyebaran Modern Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Bahasa Melayu Pasai yang telah luas penyebarannya telah menjadi sarana komunikasi efektif dalam menyatukan masyarakat Nusantara. Penguasaan bahasa Melayu Pasai yang sangat luas juga menyebabkan terjadinya penyerapan berbagai kosakata lokal masing-masing. Sehingga membuat bahasa Melayu Pasai itu terus mengalami penyempurnaan sebagai bahasa persatuan.

Transformasi Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Dalam pengantar karyanya Mir’at Al-Tullab Abdurrauf Al-Singkili menegaskan:

“Maka bahwasanya adalah Hadarat yang Mahamulia (Paduka Seri Sulthanah Taj Al-‘Alam Safiat Al-Din Syah) itu telah bersabda kepadaku daripada sangat lebai akan agama Rasulullah bahwa kukarang baginya sebuah kitab dengan bahasa Jawi yang dibangsakan kepada bahasa Pasai yang muhtaj (diperlukan) kepadanya orang yang menjabat qadi pada pekerjaan hukmi daripada segala hukum syara’ Allah yang mu’tamad pada segala ulama yang dibangsakan kepada Imam Syafi’i radhuallahu ‘anhu”  :