Koruptor Dana Bansos Adalah Pendusta Agama

Firman Allah: “Tahukah kamu orang yang mendustai agama, maka dialah yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin” (QS. Al-Ma’un: 1-3).

Berdasarkan informasi tiga ayat dari surat ke-107 tersebut di atas, Allah memperingatkan kita bahwa ada dua golongan yang mendustai agama.

Golongan pertama: orang yang menghardik anak yatim. Maka dialah yang menghardik anak yatim (QS. Al-Ma’un: 2). Mereka yang menghardik anak yatim adalah orang-orang yang dapat mendustakankan agama. Karena mereka memiliki kemampuan tetapi tidak sudi untuk menyantuni, memberi makan, membantu anak yatim.

Kenapa anak yatim? Orang yang melihat anak yatim sebenarnya mengingat orang tuanya si yatim. Sehingga timbullah kesadaran kepada seorang mukmin untuk membantu karena dia mengingat dirinya sendiri pun akan mati tanpa dapat membawa hartanya ke alam barzakh.

Selanjutnya akan mengingatkan bagaimana bila dia yang mati. Membayangkan seandainya anak yatim itu adalah anaknya sendiri. Sehingga dari renungan ketika melihat anak yatim tersebut dapat membuat seorang muslim tidak lagi menghardiknya. Selanjutnya akan timbul hasrat untuk membantu si yatim. Sehingga terlepas dari golongan orang yang mendutakan agama.

Dalam kajian lebih mendalam, kita akan menemukan makna serta hikmah yang lebih luas. Dalam tafsir Alquran, kata ‘mendustakan‘ agama diambil dari kata dasar yukazzibu. Yukazzibu berarti dikatakan kepada seseorang yang telah melakukan sesuatu yang dapat merugikan objek yang didustakannya. Bila seseorang telah mendustakan agama (objek yang didustakan), maka sudah barang pasti agama tersebut mengelami kerugian (karena telah didustakan).

Agama yang dudustakan adalah Islam. Berarti kaum muslimin yang menghardik anak yatim sama dengan telah merugikan agama Islam.

Apabila anak yatim telah diterlantarkan oleh mereka yang beriman, maka kandaslah masa depan si yatim tersebut. Tidak ada lagi yang mempedulikan mereka. Tidak ada lagi yang membiayai mereka untuk sekolah. Padahal mungkin bila ada yang mempedulikan, mereka akan menjadi orang yang mampu mengharumkan agama dan negara kelak.

Selain itu, dampak lain yang terjadi bagi agama bila kita merugikanya (kazzibu biddin) adalah, ketika anak yatim tersebut dihardik, karena tidak punya masa depan yang cerah, ketika dewasa anak yatim tersebut akan menjadi orang miskin, tidak punya pekerjaan, atau bahkan akan menjadi pencuri dan perampok. Jelas agama menjadi korbannya. Karena manusia akan melihat si pencuri tersebut adalah orang Muslim: apakah Islam mengajarkan menjadi miskin? Begitu orang akan berkata. Ini bukan cuma salah mereka. Kesalahan besar ini ada pada seluruh kaum Muslim yang telah menghardik mereka. Sehingga masa depan si yatim menjadi suram.

Maka jelaslah bahwa aib yang dialami agama ini karena kebanyakan kaummya adalah berasal dari golongan kelas bawah bahkan pelaku kriminal.

Golongan kedua pendusta agama adalah orang yang tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.“Dan tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin” (QS. Al-Ma’un: 3).

Jangankan memberi makan dengan hartanya sendiri, menganjurkan orang lain yang mampu saja dia enggan.
Tidak menganjurkan, la yahudzu’, dapat mencerminkan kotornya hati golongan kedua dari pendusta agama tersebut. Orang-orang yang termasuk dalam golongan ini memiliki kelebihan harta. Namun berdiam diri tanpa menganjurkan orang-orang kaya di antara mereka untuk menafkahkan hartanya kepada orang miskin. Golongan demikian termasuk orang-orang yang memanipulasi atau menyembunyikan data orang miskin. Sehingga si miskin terhindar dari bantuan.

Ketika bencana alam atau musibah lainnya menimpa kaum Muslim, biasanya bantuan yang datang untuk para korban dan terdampak. Hasil sumbangan dari berbagai donatur tak terhitung jumlahnya. Biasanya ketika peristiwa tersebut terjadi, ada orang yang bertugas menyalurkan bahan batuan untuk para korban.

Namun dalam menjalankan tugasnya, orang tersebut bertindak tidak adil, curang, mengurangi jatah para korban. Bahkan bertindak tidak adil dengan memprioritaskan pihak-pihak tertentu seperti demi keutamaan pribadi, keluarga, bahkan orang yang lebih akrab. Lebih buruk lagi adalah orang yang melakukan korupsi dana bantuan sosial. Itu adalah seburuk-buruk kejahatan.

Bila kita menjumpai tindakan demikian, perlu dicegah. Jangan sampai tindakan tersebut terus terjadi karena mereka termasuk golongan yang tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin. Karena perbuatan buruk itu satu dari dua golongan yang telah mendustakan agama.

Ketika orang miskin dan anak yatim dibiarkan lapar, maka tindakan pekerjaan yang menjatuhkan harga diri pun terpaksa mereka lakukan. Mereka adalah kaum Muslim. Agama mereka Islam. Maka pekerjaan orang Islam tersebut adalah mengemis, mencuri, merampok, dan korupsi. Maka agama Islam telah didustakan, telah dirugikan, dan dilecehkan. Itu semua berpangkal pada tindakan menghardik anak yatim dan mengabaikan hak orang miskin.

Ilustrasi: un.org

Baca Juga

Maharaja

“Bila sedang berada di puncak gunung, buatlah suara-suara yang merdu. Karena semua teriakan akan kembali padamu.” (Jalaluddin Rumi) Saya baru saja menonton film Maharaja yang

Sekuler

Beberapa hari lalu ada kuliah umum. Pembicaranya adalah seorang guru besar. Banyak wawasan baru yang didapatkan dari menyimak kuliah umum itu. Di antaranya adalah mengenai

Kamis Kedua Terakhir (Bagian Pertama)

  Saat duduk di teras depan rumahnya, Apa Cantoi mengenang hari lebaran yang telah lewat beberapa hari lalu. Dia ingin sekali kembali pada hari-hari yang

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.