Kylian Mbappe telah melewatkan kesempatan emas bergabung dengan Real Madrid. Dia mungkin saja dapat ke Madrid musim depan atau musim depannya lagi. Ada yang mengatakan Mbappe bukan batal pindah, tetapi menundanya. Namun itu sudah berbeda. Dia telah melewatkan usia emas untuk pergi ke sana.
Banyak sekali penggemar sepak bola yang menyayangkan Mbappe yang enggan pindah ke Bernabeu. Sebagian mempersekusi pemuda asal Prancis itu. Mereka menuding Mbappe mata duitan. Pria itu memang telah diimingi gaji yang cukup besar dan diberikan wewenang yang luas dalam pengelolaan klub PSG. Kewenangan itu bahkan dapat membuat dia menentukan siapa pelatih tim dan mantan pemain AS Monaco itu berhak menentukan pemain mana yang masuk dan pemain mana yang harus hengkang. Posisi demikian bahkan merupakan suatu posisi yang menggabungkan kewenangan pelatih dan direktur klub.
Sepertinya, kewenangan yang dimiliki itu adalah sifat alamiah manusia. Hasrat menguasai tersimpan dalam diri manusia. Misalnya, seorang bocah sangat suka main game. Kenapa? Karena dengan bermain game, dia punya kewenangan mengatur dan menentukan pilihan. Bermain game berlebihan itu berbahaya. Sama bahayanya dengan memiliki kekuasaan yang berlebihan. Seperti Firaun.
Sebab manusia punya hasrat menguasai, hasrat mengendalikan, dan hasrat mengatur, maka saya jadi tahu kenapa para seniman besar lebih suka memilih berpolitik. Dengan berpolitik, mereka bisa menguasai, mengendalikan, dan mengatur. Tetapi itu kurang baik, menurut saya. Seseorang perlu fokus untuk satu profesi, yang dengan itu dia dikenang. Mbappe juga seharusnya begitu. Dengan kewenangan besar dimiliki di PSG, orang jadi bingung: Mbappe itu pemain atau direktur PSG?
Cibiran menjadi semakin mendalam kepada Mbappe karena orang-orang tahu bahwa Madrid adalah klub impian Mbappe sejak kecil. Namun ketika dia sudah berada di level yang sangat memungkinkan untuk bergabung dengan Real Madrid, anak muda itu malah mengabaikan kesempatan tersebut.
Hal yang perlu dipertanyakan adalah, apakah Mbappe benar-benar mencintai Real Madrid? Bila jawabannya positif, maka saya dapat memaklumi kenapa Mbappe enggan ke Madrid. Karena cinta tidak untuk dimiliki. “Cinta bukan untuk dimiliki, karena cinta adalah miliknya cinta,” Begitu kata Kahlil Gibran, sang pujangga cinta.
Karena memang bila benar-benar cinta, lidah tidak akan kuat untuk mengucapkannya. Kalau benar-benar cinta, jiwa tidak akan kuat di hadapannya. Kalau benar-benar cinta, maka seseorang akan seperti pecinta hewan yang sebenarnya: tidak akan mengusik, apalagi mengotori habitat hewan tersebut. Begitu juga Mbappe. Bila dia benar-benar mencintai Real Madrid, maka dia tidak akan kuat bersama klub pujaan hatinya itu.
Waktu kecil, Mbappe memang punya banyak poster Real Madrid. Tetapi belum tentu ia benar-benar mencintai Madrid. Jangan-jangan dia menyukai Real Madrid karena pemain idolanya, Cristiano Ronaldo, pernah bermain di klub itu. Jadi jangan-jangan, Mbappe memang tidak mengidolakan Real Madrid. Hanya mengidolakan Ronaldo.
Seorang seperti Mbappe memang sudah kehilangan motivasi besar. Impian semua pemain sepak bola yakni mengangkat trophy Piala Dunia, sudah pernah ia alami. Jadi, dia tidak terlalu terobsesi dengan piala-piala lainnya. Bahkan mungkin termasuk Si Kuping Besar Liga Champions. Perlu diakui, salah satu alasan pemain besar bermain di Real Madrid adalah untuk mendapatkan gelar sebagai juara Liga Champions.
Bermain di Real Madrid adalah ajang membuktikan kualitas seorang pemain besar. Banyak sekali pemain yang diagung-agungkan sebagai pemain top, tetapi gagal setelah bergabung dengan Real Madrid. Misalnya Huntelaar, Nistelrooy, Owen, Nuri Sahin, Hazart, dan banyak nama besar lainnya. Dalam hal ini, Mbappe belum berani membuktikan kualitas dirinya.
Hidup hanya sekali. Kalau Mbappe melewatkan kesempatan bermain untuk Real Madrid, dia akan menyesal. Sepertinya itulah yang dialami Paul Pogba. Beberapa tahun lalu, dia telah melewatkan kesempatan bermain untuk tim yang bermarkas di Santiago Bernabeu itu. Kini usia emasnya sudah lewat. Kalaupun besok Pogba bergabung dengan Real Madrid, itu hanya untuk jualan jersey. Bukan untuk menunjukkan kualitasnya sebagai pemain top. Mbappe juga akan demikian. Bisa saja beberapa musim lagi dia pindah ke Real Madrid, tetapi bila usia emasnya lewat, maka rasanya pasti berbeda. Apalagi Mbappe dapat diperkirakan akan menua sebelum waktunya. Dia tidak punya rival kekat seperti rivalitas Ronaldo dengan Messi. Sehingga anak muda itu tidak akan punya motivasi tinggi untuk meningkatkan kualitas diri. Ditambah lagi, dia telah mengangkat trophy bergengsi Piala dunia pada usia yang masih sangat belia sembilan belas tahun. Sehingga, tidak ada lagi motivasi yang harus memaksanya untuk mengaktualisasikan potensi pada level tertinggi yang dapat dicapai. Kalau tidak bergabung dengan Real Madrid, Mbappe akan menyesal keputusannya. Lev Yatsin saja yang lebih terkenal dari dirinya, menyesal pernah menolak kesempatan untuk bermain bersama Real Madrid.
Seseorang memang perlu rendah diri dan tidak sembarang nyosor. Tetapi mengetahui kualitas diri itu sangat penting. Banyak orang punya kualitas dan kapabilitas untuk mengemban suatu amanah. Tetapi dia menolak karena menganggap dirinya tidak sanggup atau tidak mampu. Anggapan itu tidak baik. Bila seseorang mengetahui kualitas dirinya, dia harus bersedia mengemban amanah itu. Bila tidak, orang yang tidak punya kemampuan yang lebih akan menangani amanah itu.
Kemampuan mengukur kualitas diri seperti setidaknya dimiliki Erlinger Haland. Dari Red Bul Salzburg, dia tidak langsung pindah ke klub-klub raksasa yang ingin merekrut dirinya. Dia lebih memilih Borrusia Dortmund. Karena dia sadar kualitas diri harus lebih ditingkatkan. Barulah setelah beberapa musim, ia pindah ke Manchester City. Haaland tidak ke Madrid karena sadar dapat merusak Atmosfir klub jersey putih itu: ada Benzema di sana. Kapten Madrid itu sedang dalam peforma terbaiknya. Hal ini juga menunjukkan bahwa Haaland adalah seorang yang pandai memanfaatkan peluang. City belum punya striker yang memuaskan. Ini berbalikan dengan Mbappe. Sementara Madrid sedang sangat membutuhkan penyerang kanan, berbarengan level Mbappe yang sedang sangat mumpuni untuk bermain di Madrid, ia dianggap malah memilih uang dan kekuasaan.