Sejak dikenalnya sejarah modern Aceh, Kota Langsa telah memiliki keunikan tersendiri yakni menjadi melting pot berbagai masyarakat yang berasal dari seantero Nusantara, khususnya Sumatra dan Jawa. Kemajuan Kota Langsa modern ditandai dengan dibukanya perkebunan oleh Pemerintah Kolonial. Masyarakat dari berbagai etnis didatangkan untuk menghidupkan perekonomian. Banyak sekali orang Jawa didatangkan untuk menghidupkan pertanian, orang Minang datang untuk menghidupkan perekonomian. Orang Aceh dari berbagai penjuru, khususnya Aceh Utara datang untuk menjadi pengajar. Orang-orang Melayu dari Tamiang, Langkat, Asahan juga berdatangan. Dengan demikian, peradaban modern di Kota Langsa dimulai.
Menurut sebuah referensi, dalam perspektif sejarah klasik, istilah Langsa diambil dari dua nama kerajaan yang awalnya bertikai yakni Kerajaan Elang di Aceh Timur dan Kerajaan Angsa di Aceh Tamiang. Dua kelompok ini kemudian bersepakat untuk berdamai sehingga kawasan tersebut dinamakan Langsa, elang dan angsa, yakni tempat berharmoninya Kerajaan Elang dan Kerajaan Angsa. Selanjutnya Langsa memang benar-benar menjadi sebuah kota yang harmonis.
Berapa kondusifnya Kota Langsa, dapat dipantau melalui narasi seorang teman saya yang merupakan seorang pengamat sosial yang tinggal di Kota Langsa. Dia mengatakan, dari perspektif sejarah, dulu orang-orang berperang melawan Kolonial di Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Namun di Kota Langsa, orang-orang masih bisa merasakan suasana damai. Dari teman saya yang tinggal di Kota Langsa itu, dapat diketahui bahwa Langsa dari dulu memang merupakan kota yang damai dan nyaman, meskipun masyarakatnya multikultural. Sebab itulah banyak uleebalang yang menjadi pelarian akibat tekanan Kolonial, pindah ke Langsa untuk mendapatkan tempat yang aman, meskipun Kolonial juga menjadikan Langsa sebagai salah satu pusat pemerintahan. Bahkan Langsa merupakan salah satu kota yang memiliki banyak gedung bersejarah yang dibangun pada masa pemerintahan Kolonial.
Teman saya yang tinggal di Langsa itu juga mengatakan, pada masa terjadinya konflik, Kota Langsa menyandang status sebagai zona yang relatif kondusif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kota Langsa merupakan satu tempat yang paling damai di Aceh. Bahkan hal itu dapat dirasakan hingga sekarang.
Salah satu kunci harmonisme sosial Langsa adalah sikap warganya yang menjunjung tinggi multikulturalisme. Mereka sadar bahwa kota tersebut dihuni oleh masyarakat yang majemuk. Orang Aceh bertetangga dengan orang Jawa. Orang Batak bertetangga dengan orang Melayu. Orang Minang bertetangga dengan orang Mandailing. Demikian seterusnya. Bahkan antar suku itu sangat banyak yang membina keluarga.
Setiap terjadi gesekan hubungan individual, tidak ada di antara mereka yang dengan berkacak pinggang membangga-banggakan latar belakang identitasnya. Mereka sadar bahwa tidak ada yang lebih hebat dan tidak ada yang direndahkan. Setiap orang di Kota Langsa dihargai sebagai individu yang setara. Sebab itulah ketika ada seorang peneliti dari Banda dengan raut wajah serius mengatakan bahwa Langsa adalah kota yang menyimpan potensi konflik identitas, karena masyarakatnya terdiri dari beragam latar belakang etnis, teman saya yang pengamat sosial itu merasa geli.
Multikulturalisme di Kota Langsa sebenarnya tidak hanya pada dimensi keragaman etnis, namun juga pada dimensi keberagaman keyakinan agama. Di Langsa, umat Budha tidak sedikit. Mereka umumnya merupakan etnis Tionghoa. Vihara Buddha Kota Langsa juga terdapat di Kota Langsa. Masyarakat Tionghoa berbaur dan harmoni dengan warga lainnya. Tempat-tempat usaha milik masyarakat Tionghoa yang umumnya berdagang, banyak membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat yang berasal dari beragam latar belakang.
Tidak hanya beragama Budha, terdapat masyarakat masyarakat Kota Langsa yang beragama Kristen. Bahkan di Kota Langsa terdapat sebuah gereja HKBP yang berlokasi dekat Kejaksaan Negeri. Warga Kristiani hidup harmonis dalam lingkungan yang multikultural.
Belakangan ini, banyak mahasiswa beragama Kristen datang ke Kota Langsa untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah kampus di sana. Umumnya mereka berasal dari Sumatera Utara. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat dan mahasiswa lainnya yang berlatar belakang etnis beragam. Dengan demikian, multikulturalisme di Kota Langsa tidak hanya terjadi dalam lingkungan masyarakat umum, namun juga dalam dunia kampus.
Mahasiswa di Kota Langsa terdiri dari berbagai latar belakang etnis. Di perguruan tinggi keagamaan sendiri, meskipun semua mahasiswanya beragama Islam, aktualisasi multikulturalisme sangat terasa. Setiap mahasiswa dapat memiliki wawasan yang lebih luas dan memiliki alternatif perspektif akibat bergaul dengan teman-teman yang berasal dari ragam daerah dan ragam etnis. Penelitian tentang multikulturalisme di Kota Langsa telah banyak dilakukan. Di antaranya memotret multikulturalisme dari berbagai dimensi, seperti agama dan etnis.
Harmonisme dalam masyarakat multikultural di Kota Langsa perlu dirawat dengan baik, sehingga kota tersebut tidak hanya tumbuh sebagai kota dengan taraf ekonomi yang baik, namun juga dengan nuansa multikultural yang patut dibanggakan.
Kota Langsa merupakan zona yang mempertemukan ragam latar belakang masyarakatnya, baik itu keragaman etnis, keragaman budaya, dan keragaman agama. Keberagaman ini tidak menimbulkan segregasi sosial, sebaliknya menciptakan sebuah sistem yang diistilahkan sebagai melting pot, yakni meleburnya beragam identitas individu dalam sebuah lingkungan sosial yang harmoni.
Konsep paling ideal untuk merawat harmonisme di Kota Langsa sebagai pertemuan ragam identitas adalah moderasi beragama. Empat pilar moderasi beragama sebenarnya telah diterapkan oleh masyarakat Kota Langsa. Empat pilar dimaksud adalah komitmen kebangsaan, anti-kekerasan, toleransi tinggi, dan akomodatif terhadap budaya lokal.
Mengenai komitmen kebangsaan, masyarakat Kota Langsa yang multikultural punya komitmen kebangsaan yang tinggi. Komitmen ini antara lain dibentuk oleh pengalaman sehari-hari dalam berinteraksi dengan warga di lingkungan sosialnya yang terdiri dari beragam etnis. Pengalaman tersebut tentu saja menyadarkan bahwa Indonesia memang merupakan sebuah negara yang terdiri dari beragam suku.
Aktualisasi komitmen kebangsaan di Kota Langsa juga dapat dilihat pada tingginya antusiasme masyarakat dalam memeriahkan HUT RI. Sejak memasuki bulan Agustus, warga di berbagai dusun telah menghias lingkungannya dengan umbul-umbul, spanduk dan baliho, dan slogan-slogan yang mengingatkan pada semangat patriotisme pejuang kemerdekaan. Terminal, pasar, perkantoran, kampus, juga banyak dipasang spanduk-spanduk bertema perayaan HUT Kemerdekaan RI dan dihias dengan banyak umbul-umbul.
Masyarakat juga begitu antusias dalam mengikuti pelbagai perlombaan yang dibuat dalam rangka memeriahkan HUT RI setiap tahunnya. Itu berlangsung nyaris sepanjang bulan Agustus. Setiap pelaksanaan upacara bendera pada 17 Agustus di Lapangan Merdeka, jalanan menjadi ramai karena banyak warga yang sangat antusias menyaksikan upacara penaikan bendera.
Sebagai individu-individu yang berasal dari berbagai latar belakang etnis, masyarakat Kota Langsa sangat mengedepankan pendekatan yang lembut dalam mengatasi masalah. Namun tidak dapat dimungkiri, ketegangan juga terkadang terjadi. Meskipun ketegangan yang muncul bukan dipicu oleh persoalan identitas, namun nilai-nilai moderasi beragama, khususnya anti kekerasan, masih perlu untuk ditanamkan kepada setiap warga untuk terus menjaga harmonisme antar identitas, dan agar lebih terwujudnya nilai moderasi.
Mengenai toleransi beragama, warga Kota Langsa yang majemuk tidak hanya dari dimensi etnis, namun juga keyakinan agama, hampir tidak pernah mengalami ketegangan yang dipicu oleh faktor perbedaan keyakinan beragama. Setiap warga, apapun agamanya, dapat menjalankan ibadah agamanya dengan nyaman, tanpa gangguan. Umat Kristiani setiap hari Minggu dapat beribadah dengan tenang di gereja. Mahasiswa dan mahasiswi Kristen yang tinggal sekitar lokasi kampus tidak mengalami diskriminasi, meski mereka berbeda keyakinan dengan mahasiswa dan mahasiswi Muslim. Namun demikian, kesadaran akan toleransi beragama masih perlu ditingkatkan bagi masyarakat agar terwujudnya moderasi beragama yang lebih sesuai nilai ideal moderasi beragama.
Meskipun berasal dari ragam etnis, nilai-nilai budaya lokal sangat dijunjung tinggi. Aktualisasi kearifan budaya yang beragam, antara lain dapat ditemukan dalam acara pesta pernikahan. Setiap etnis punya cara masing-masing dalam menyelenggarakan pesta pernikahan. Ragam cara dan prosesi adat yang dilangsungkan di Kota Langsa menunjukkan aktualitas apresiasi atas budaya masing-masing. Di Kota Langsa, kita dapat menemukan prosesi pesta pernikahan yang diselenggarakan dalam adat Jawa, Minang, Aceh, Melayu, dan sebagainya.
Sebagai kota multikultural, sebuah tempat bertemunya budaya-budaya, dan telah menjadi melting pot, meskipun ragam nilai budaya dan praktik adat masyarakat masih dapat dilihat dan dirasakan, namun budaya Kota Langsa secara umum adalah sebuah abstraksi nilai-nilai kearifan dari beragam etnis. Semuanya menyatu menjadi sebuah nilai kearifan universal.
Meskipun aktualisasinya dapat ditemukan, namun empat pilar moderasi beragama yakni komitmen kebangsaan, anti-kekerasan, toleransi tinggi, dan akomodatif terhadap budaya lokal, masih perlu didalami makna esensialnya dan lebih dikuatkan penerapannya guna merawat harmonisme masyarakat Kota Langsa yang multikultural. Semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, akademisi, dan lainnya, perlu mengambil peran masing-masing dalam rangka merawat dan mengukuhkan harnomisme di Kota Langsa yang multikultural.