Nasionalisme


Beberapa waktu lalu muncul sebuah tindakan yang mengarah pada penghinaan agama sekaligus penghinaan Presiden. Tindakan tersebut berpeluang mengganggu harmonisme dan keutuhan bangsa. Kita hidup di Negara besar yang mejemuk. Saling menghargai adalah keharusan mutlak. Kita hidup di Negara besar yang menjunjung tinggi demokrasi. Bila punya kritik kepada pemimpin, harus disampaikan dengan cara yang santun dan beradab. Bukankah kita adalah bangsa besar yang beradab?

Penghinaan atas lambang Negara seperti Bendera Merah Putih, Patung Garuda, Bahasa Indonesia, Lagu Indonesia Raya, merupakan hal terlarang. Seseorang akan bertanya kenapa lambang-lambang Negara tidak boleh diperlakukan semena-mena? Jawabannya antara lain adalah karena Negara ini didirikan dengan perjuangan darah dan air mata. Bendera Merah Putih adalah simbol perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah. Lambang Burung Garuda adalah simbol persatuan dalam kemajemukan. Bahasa Indonesia adalah sarana pemersatu, dan lagu Indonesia Raya adalah pembangun semangat perjuangan.

Sebuah pernyataan di media sosial muncul memperbandingkan Laksamana Malahayati dengan R.A. Kartini. Pernyataan itu memberi apresiasi atas perjuangan Malahayati dalam mengusir Portugis yang hendak menjajah di pulau Sumatera. Sementara pernyataan itu mempertanyakan kontribusi R.A. Kartini dan mencurigainya sebagai rekan kolonial Belanda. Saya mengomentari pernyataan itu dengan mengatakan bahwa perjuangan perlawanan atas kolonialisme tidak hanya melalui perang, tapi juga melalui pendidikan.

Sejarah telah menunjukkan bahwa dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia, banyak warga yang terjun ke medan perang dan sebagian di antara mereka gugur dalam pertempuran, baik itu di Surabaya, Medan Area, dan tempat-tempat lainnya. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan sebenarnya tidak hanya berlangsung di medan perang tapi juga melalui negosiasi. Tokoh-tokoh seperti Jendral Sudirman, Bung Tomo, dan lainnya, terjun ke medan perang. Tetapi juga perjuangan Sukarno, Hatta, Agus Salim, Sutan Sjahrir, dan lainnya juga sangat menentukan karena mereka berjuang melalui diplomasi dan negosiasi.

Diplomasi dan negosiasi hanya dapat dilakukan apabila pelakunya memiliki pendidikan yang cukup. Kecerdasan, ketangkasan, wawasan, diperlukan di sana. R.A. Kartini tidak ikut membawa pedang ke geladak kapal penjajah, tetapi penanya telah menyadarkan Belanda bahwa kita punya sebuah semangat independensi dalam masa kolonialisme. Tulisan-tulisan R.A. Kartini telah memberikan tekanan psikologis yang berarti bagi Belanda dan menyadarkan Eropa bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terkolonialisasi dan punya semangat memerdekakan diri. Dalam literasi yang santun, R.A. Kartini telah memberikan perlawanan berarti. James Scott bilang, resistensi tidak hanya melalui konfrontasi, tapi juga terjadi dalam bentuk hidden transcripts.

Tidak hanya peperangan, semangat literasi dan pembangunan intelektual telah memberikan peran berarti dalam menyatukan bangsa Indonesia pada masa kolonial. Sebelumnya, masyarakat di berbagai penjuru Indonesia, meski punya semangat yang sama dalam melawan kolonialisme, tetapi tidak terhubung, sehingga perjuangan dilakukan secara sendiri-sendiri. Dalam hal ini, tampaklah persatuan itu sangat penting. Dengan demikian, gerakan intelektual seperti Budi Utomo telah memprakarsai persatuan bangsa di Indonesia. Selanjutnya dibuat Sumpah Pemuda untuk mendeklarasikan persatuan bangsa. Tanpa persatuan, belum tentu kita bisa berhasil mengusir penjajah. Kalau ada orang yang mengaku perjuangan di daerahnya lebih hebat daripada perjuangan di daerah lain, berarti dia masih dalam masa pubertas. Kalau ada orang yang mengklaim sumbangsih dari daerahnya lebih banyak daripada dari daerah lain untuk perjuangan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, berarti dia kurang baca buku dan kebanyakan main game.

Pada setiap daerah di Indonesia punya bahasa, punya suku, punya adat, punya kebudayaan, punya agama yang berbeda-beda. Perbedaan ini disatukan oleh satu semangat yang sama yakni memerangi kolonial Belanda. Semangat yang sama inilah yang menjadi satu penentu kesatuan bangsa. Kesadaran akan kemajemukan itu disimbolkan dalam Pancasila. Tanpa Pancasila, segala perbedaan itu tidak bisa disatukan. Pancasila adalah nilai esensial yang dimiliki bangsa Indonesia, disaring dari berbagai kebudayaan. Meskipun berbeda, semua bangsa Indonesia punya nilai filosofis sama yang telah dihimpun dalam Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan, merupakan nilai yang terkandung pada setiap kearifan dari berbagai kebudayaan di Indonesia. Maka dalam hal ini, Pancasila sebagai dasar Negara jelas merupakan elemen signifikan dan sakral. Menghina Pancasila, berarti menghina nilai dasar persatuan bangsa Indonesia. Melecehkan Pancasila yang disimbolkan dengan Burung Garuda, berarti sedang melakukan usaha memecah-belah kesatuan bangsa.

Terdapat hampir seribu bahasa yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Terkadang pada satu desa punya bahasa yang berbeda dengan bahasa pada desa tetangganya. Belum lagi antar suku, antar pulau, punya Bahasa yang berbeda-beda. Keragaman bahasa ini tentu saja tidak dapat diintegrasikan, satu suku tidak bisa bertegur sapa dengan suku lainnya, tanpa adanya satu bahasa persatuan. Dalam hal ini, bahasa Indonesia menjadi sangat signifikan dalam mengintegrasikan semua masyarakat di Indonesia. Bahasa Indonesia telah menjadi sarana konsolidasi masyarakat dalam memperjuangkan kemerdekaan. Bahasa Indonesia telah menjadi instrumen pemersatu bangsa menuju kemajuan, khususnya kemajuan ilmu pengetahuan. Maka jelaslah bahwa bahasa Indonesia merupakan satu bagian lambang Negara yang penting dijaga sakralitasnya.

Semangat Indonesia adalah semangat mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Kedaulatan bangsa adalah sesuatu yang sangat mahal harganya. Tanpa kedaulatan, sebuah Negara hanya menjadi boneka bagi ragam kepentingan bangsa-bangsa besar. Perjuangan kemerdekaan diperjuangkan dengan tetes darah para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangan. Indonesia ditegakkan di atas darah para pejuang. Berbuat tanpa ikut serta dalam mengisi kemerdekaan atau bahkan melakukan kecurangan di dalamnya, berarti telah mengkhianati perjuangan para pejuang kemerdekaan, pendiri bangsa. Mengisi kemerdekaan harus dilakukan penuh semangat, sebagaimana semangat para pejuang kemerdekaan. Sebab itulah, lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya, punya irama yang kental dengan semangat perjuangan. Indonesia Raya adalah simbol perjuangan bangsa. Dalam hal ini, lagi kebangsaan, Indonesia Raya adalah simbol sakral bangsa kita.

Kebesaran bangsa dan sucinya nilai perjuangan disimbolkan oleh Sang Saka Merah Putih sebagai bendera Negara. Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hasil perjuangan segenap elemen bangsa. Merah Putih adalah lambang perjuangan yang menghasilkan kedaulatan. Ada orang di berbagai belahan dunia tidak menjadikan bendera negaranya sebagai sesuatu yang sakral. Maklumi saja, mungkin rakyaknya melupakan memori perjuangan bangsanya, atau negara itu berdiri sebagai hadiah dari penjajahnya. Sementara kita? Mendirikan Negara adalah melalui perjuangan mengucurkan darah. Negara kita bukan hadiah atau pemberian dari bangsa manapun. Indonesia didirikan dengan perjuangan. Maka dari itu, Merah Putih harus dihormati, dijunjung tinggi. Merah Putih adalah lambang perjuangan, lambang pengorbanan pendahulu kita yang telah mengorbankan nyawa dalam mendirikan Negara.

Berbeda dengan banyak Negara di dunia, khususnya di Asia, berdirinya Negara itu adalah skema dari bekas kolonial. Sementara kita menegakkan Indonesia dengan berjuang mengusir penjajah kolonial. Hasil yang kita dapatkan dari itu adalah sebuah Negara besar yang berdaulat. Kita mengisi kemerdekaan dengan menjunjung tinggi demokrasi. Setiap orang dari warga Negara punya posisi dan martabat yang sama. Negara yang kita dirikan berbentuk Republik. Kita memilih seorang pemimpin sebagai presiden. Maka seorang presiden, selain sebagai pelaksana pemerintahan, dia juga merupakan simbol bagi kedaulatan bangsa, simbol bagi kesetaraan, dan simbol bagi demokrasi yang kita junjung tinggi. Maka bila penghinaan kepada presiden dilakukan, berarti kita telah menghina kesetaraan yang kita miliki, menghina demokrasi, dan menghina kedaulatan. Apabila seorang presiden melakukan kesalahan, kita telah memiliki mekanisme evaluasi. Bila punya kritik kepada presiden, kita telah punya prosedur yang beradab. Bukankah kita bangsa yang beradab. Bukankah kita bangsa yang terhormat di muka bumi.

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya