Kau ingin memberi senyum termanis kepadaku. Tetapi kondisi tidak memungkinkan. Angkotnya penuh. Tidak enak kalau ada mata lain sempat melirik.
Kau tahu aku memperhatikan wajahmu nan cantik saat kau tidak melihatku. Dirimu sengaja berlama-lama menoleh entah ke mana karena tidak tega membiarkan aku yang sedang mengagumimu harus berhenti bila kau memandang.
Aku juga tahu saat aku melihat entah ke mana kau sedang memperhatikan aku. Mungkin juga mengagumiku. Maka biarkan saja kau melakukan itu. Sengaja tidak dulu melihat ke arahmu.
Aku tidak tahu ranselku yang berat itu bersandar di kakimu saat kuletakkan di lorong. Kau mengeluh kesakitan dengan rasa pegal. Aku tahu ransel itu telah lama kau tahan. Buru-buru menggesernya saat wajahmu terlihat mengeluh tapi tabah. Aku tahu kau sengaja menahan ransel itu untukku.
Kau sangat cantik. Wajahmu sangat indah. Aku melihat dirimu adalah orang yang sangat mengharapkan kehidupan yang indah, bahagia dan penuh ketenangan membesarkan anak-anakmu bersamaku. Aku juga ingin seperti itu. Seluruh kebahagiaan yang kudapatkan di dunia ini menjadi mungkin bersamamu. Aku juga ingin begitu. Tetapi aku lebih menginginkan dirimu hidup bahagia penuh cinta.
Aku tahu dari wajahmu bahwa kau mengharapkanku. Wajahmu ingin meyakinkanku bahwa kau akan melakukan apapun untuk hidup berbahagia denganku. Tapi aku tahu dirimu sadar bahwa ini akan mustahil. Kita akan berpisah pada destinasi masing-masing. Teriakan “pinggir” darimu atau dariku akan membuyarkan semua mimpi kita yang indah, damai, dan abadi.
Aku tahu kau sadari itu. Kau menarik napasmu. Masih berharap mimpi-mimpi ini dapat terjadi. Tetapi kau berusaha menarik jiwamu dari mimpi-mimpi ini. Kau berusaha kembali pada kenyataan yang tidak menyenangkan. Kau terus berusaha untuk itu. Aku tahu dirimu tidak rela. Ternyata kebahagiaan itu hanya dalam imajinasi kita saja.
Setelah sadar bahwa itu hanya hayalan, kau merebahkan kepala di pundak ibumu. Pertanda kau harus hidup dalam kenyataan.
Kau sangat cantik. Lehermu benar-benar menggodaku, kuning langsat dan indah. Kau masih terseyum, berusaha menyadarkan dirimu dan diriku bahwa kebahagiaan abadi kita bersama itu tidak akan terjadi. Raut wajahmu berusaha tabah, tetapi senyumku mencoba menyemangatiku untuk menerima kenyataan bahwa kita tidak mungkin bersama.
Tujuanku segera tiba. Kau tersenyum hampir tertawa melihat tingkahku yang tergopoh-gopoh menurunkan ransen di antara kaki-kaki penumpang. Aku turun dan membayar ongkos. Masih sempat kuperhatikan wajahmu yang memberiku senyum melalui jendela angkot itu. Sempat kugerakkan bibir memberitahumu bahwa “Aku cinta padamu”. Senyummu semakin indah. Kau memejamkan matamu. Aku mencoba menengadah ke langit. Tapi pandanganku terhalang gedung tinggi dekat terminal bus. Aku bergegas ke loket dan membeli tiket. Untuk pergi lebih jauh lagi.
Aku tidak bisa melupakanmu. Beberapa saat kemudian bus membawa jasadku. Tapi jiwaku sudah bersama kamu. Aku terus berada di hadapanmu. Selamanya mengagumi kecantikanmu.
Ilustrasi: Wallpapertip.com