The Flash

Perlu diingatkan bahwa esai bertenaga ini mengandung spoiler untuk film The Flash. Satu pelajaran yang dapat ditarik dari film tersebut adalah, jangan lupa membeli saus tomat, karena itu dapat mengubah hidup Anda.

Teman saya di Lhokseumawe mengatakan, kalau sebuah film sudah bercerita tentang perjalanan melintasi waktu, dia tidak suka. Karena itu tidak masuk akal. Meskipun dia ahli sastra. Padahal film termasuk genre fiksi yang berbentuk visual. Namun sepertinya pertimbangan dia adalah, seharusnya film yang dibuat juga harus masuk akal.

Film-film yang bercerita tentang perjalanan melintas waktu memang punya penjelasan perspektif teori. Tetapi tidak dapat dikatakan ilmiah. Karena sesuatu yang disebut ilmiah, khususnya bila penjelasannya berbasis pendekatan sains, seharusnya benar-benar sesuai kaidah sains antara lain yakni teruji. Maksudnya adalah, sesuatu baru dapat dikatakan ilmiah, telah lulus pengujian empiris dan dapat dilakukan berulang kali. Namun perjalanan melintasi ruang dan waktu belum terbukti secara empiris. Tapi sepertinya pihak produksi film perjalanan melintas waktu tidak terlalu peduli dengan hal ini. Karena kecenderungan penonton lebih kepada alur cerita yang dibangun. Lagipula, kalau filmnya memang khusus bercerita tentang perjalanan melintas waktu, mereka punya durasi yang cukup untuk menjelaskan bagaimana perjalanan melintas waktu dapat terjadi. Tetapi film superhero tidak.

The Flash adalah film yang bercerita tentang keinginan Barry Allen untuk kembali ke masa lalu untuk menyelamatkan ibunya dari pembuhuhan oleh pelaku misterius. Namun Bruce Wayne I yang diperankan Ben Affleck menasehati Barry agar tidak melakukan itu karena dapat mengacaukan semesta. Tetapi Barry ngotot. Bila punya kemampuan unik, siapa yang tidak ingin kembali ke masa lalu untuk menyelamatkan ibunya dari peristiwa pembunuhan?

Namun ada pesan menarik dari nasihat Bruce Wayne I: Bahwa kita tidak perlu mengubah masa lalu meskipun mampu, karena kita sekarang dibentuk oleh masa lalu kita. Segala luka, derita, dan sedikit bahagia, adalah hal-hal yang telah membentuk kita menjadi seperti ini pada hari ini. Dan kita pada hari ini adalah versi terbaik dari diri kita. Uniknya, Bruce Wayne II (Michael Keaton) juga berkata senada.

Usul Bruce Wayne I tidak diikuti Barry. Dia tetap ke masa lalu. Namun tetap tidak dapat menyelamatkan ibunya dari pembunuhan. Tapi setidaknya, dia telah berhasil membuat ayahnya selamat dari tuduhan karena meletakkan saus tomat di rak atas.

Sepertinya perjalanan melintas waktu yang dilakukan Barry benar-benar meninggalkan masalah. Realitas dunia asal Barry menjadi berubah. Bruce Wayne I berubah menjadi Bruce Wayne III (George Clooney), dan jangan-jangan dia tidak pernah menjadi Batman.

Terlepas dari persoalan perjalanan melintas waktu dalam film yang memang aneh dan tidak masuk akal, film The Flash diisukan tidak selaris yang diharapkan. Menurut saya, ada banyak alasan untuk itu. Ada yang bilang plotnya kurang memuaskan. Apalagi bercerita tentang perjalanan melintas waktu. Mungkin juga orang-orang sudah bosan dengan film superhero. Apalagi film superhero yang bercerita tentang perjalanan melintas waktu.

Kekuatan utama sebuah film adalah karakter dan plotnya. Bila dua hal ini bermasalah, sebuah sebuah film tidak dapat dikatakan berhasil. Mungkin mengenai karakter, The Flash tidak punya banyak masalah. Bisa saja ada sedikit gangguan dengan Ezra Miller, pemeran Barry Allen, yang diisukan melakukan tindakan kurang nyaman. Dia masih muda, bekerja dalam level sangat tinggi, sedikit gangguan psikologis pasti terjadi. Tetapi menurut saya, problem itu tidak terlalu mempengaruhi film The Flash.

Mengenai Ezra Miller, tampak bagi saya bahwa bila seorang aktor berada di tangan yang tepat, akan sempurna. Lihat saja Justice League 2017, Ezra Miller tampil terlalu kekanak-kanakan untuk memerankan sosok superhero. Bandingkan dengan Justice League 2021 di tangan Zack Snyder, karakter Barry Allen menjadi sangat proporsional.
Sosok Barry Allen memang terkadang harus tampil unik untuk mengundang humor. Tetapi harusnya dengan kadar yang tepat. Pada film The Flash, Barry Allen kembali menjadi kurang menarik dengan humor-humor yang kurang signifikan. Misalnya ketika Batman I mengatakan kejujuran akibat terlilit tali ajaibnya Wonder Women, bahwa dia tidak mau minta berterima kasih karena mengaku egonya terlalu tinggi untuk itu, seharusnya humor itu sudah cukup. Tapi saat The Flash mencoba melepas tali yang melilit Batman, dia mengucapkan kejujuran tentang pandangannya kepada Wonder Women yang seksi. Seharusnya itu tidak perlu.

Ezra Miller sudah tampil baik, meski harus memerankan dua karakter, menjadi Barry Allen 2023 dan Barry Allen 2013, dia berhasil. Saya suka film yang seorang tokoh memerankan dua karakter sekaligus. Sebab itulah saya menonton film Duplicate yang diperankan Shahrukh Khan sekitar dua puluh tujuh kali. Jumlah yang kurang lebih sama dengan saya membaca The Reconstruction of Religious Thought in Islam karya Sir Muhammad Iqbal.

Film The Flash mengusung konsep baru untuk film superhero pada abad ke-21, yakni warna kostum superheronya, apalagi superhero utama, yang kini The Flash, bewarna cerah dan mencolok. Kostum superhero yang terlalu cerah dan mencolok mengesankan sebuah film diproduksi untuk anak-anak.

Bandingkan dengan Marvel yang tidak membuat kostum superheronya secara mencolok. Contoh yang menurut saya paling berhasil adalah Wolvrine yang diperankan Hugh Jackman.

Di seri kartun, pakaian Wolvrine sangat mencolok yakni kuning. Itu tentu cocok untuk anak-anak. Usia anak-anak, kita suka warna-warna cerah dan mencolok. Orang dewasa tidak. Orang dewasa tidak suka warna cerah, karena mereka sudah tahu bahwa itu adalah kebohongan. Karena mereka tahu bahwa hidup itu suram, tak seindah dinding-dinding gedung sekolah taman kanak-kanak. Orang dewasa tidak mahu disunguhkan warna-warna cerah, karena sebagian mereka akan menganggap itu sindiran bagi kehidupan mereka yang suram.

Mungkin sebab itulah Wolvrine dihadirkan dalam adegan-adegan yang natural, sesuai dengan kenyataan hidup: pakai kemeja, jaket hitam, bahkan singlet. Seluruh karakter X-Men yang dalam seri kartun bewarna mencolok, juga dihadirkan dalam warna gelap dalam filmnya.

Baru belakangan Wolvrine direncanakan bewarna cerah. Saya kira itu akan berhasil. Kenapa? Karena karakter Wolvrine yang telah dua dekade dibangun secara perlahan, natural, tidak mencolok, telah memiliki tempat khusus dalam pikiran penggemarnya. Sehingga kalaupun satu kali dia hadir dengan karakter kartun akurat, tidak akan masalah. Karena sosok Logan, sang Wolvrine tidak lagi dipandang sebagai superhero saja, melainkan sosok yang dengan karakter yang dibangun secara natural dan alami. Tapi bahkan Wolvrine yang diisukan akan tampil di Deadpoll 3, tidak terlalu cerah: kuning agak gelap. Bahkan kostumnya lebih berupa jaket.

Bandingkan kostum Batman I dan Batman II di film The Flash yang sangat mencolok. Padahal akan lebih keren, warna kuning di logo Batman II dibuat lebih gelap dan kostum Batman II boleh biru, tetapi lebih gelap.

Membangun karakter untuk superhero itu sangat penting. Karena penonton tidak ingin dianggap kekanak-kanakan apabila menyukai sebuah karakter hanya karena dia adalah superhero. Zack Synder sangat paham akan hal ini. Sehingga dia melakukan perombakan mendalam atas Justice League, antara lain dengan memberikan durasi yang cukup untuk cerita latar belakang masing-nasing superhero, khususnya yang belum punya film solo seperti Cyborg dan The Flash. Dalam hal ini, Zack Synder banyak diuntungkan dibandingkan pada masa rilis Justice League 2017 yang masa itu, beberapa karakter belum memiliki film solo. Hal keren lainnya adalah, Zack Synder juga membuat Justice League menjadi lebih gelap. Saya sendiri berpandangan, Zack Synder Cut’s Justice League adalah film terbaik yang pernah ada. Keagungannya sebagai sebuah cerita nyaris sempurna.
Dan ternyata film terbaik itu tidak tayang di bioskop. Sebab itulah, bila di daerahmu tidak ada bioskop, jangan bersedih.

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya