The Taman

Di dalam kolam yang dibangun dengan nuansa alami itu, sekalipun lantai dasar dan dindingnya dilapisi semen, tetapi bagian paling atas tidak dibeton. Sehingga ia terkesan alami karena menyatu dengan tanah. Ukuran keseluruhan kolam sama dengan dua rumah toko, meskipun kolam itu tidak berbetuk teratur. Beberapa pinggir permukaannya sengaja didesain hingga airnya ke bawah beberapa bangunan panggung berlantai rapatpapan.

Pada dasar yang berkedalaman empat meter, telah dibuat beberapa bentuk seperti patung pancoran dan ditenggelamkan satu Honda 70, satu Piaggio tujupuluhan, dan beberapa benda jaman dulu lainnya, termasuk tivi hitam putih berkaki dan bertutup. Pada dua sisi dibuat sekat kaca yang bisa dimasuki. Ada beberapa formasi kaca yang didesain di dinding kaca itu. Sehingga bila memasangkan badan di sana, kemudian memakai kostum penyelam dari kaki hingga leher dan difoto dari bagian sekat kaca lainnya, seolah yang berfoto menjadi seperti sedang menyelam. Anak muda akan suka tampilan seperti itu. Tapi sayangnya orang dewasa lintas profesi juga suka dengan kafe konsep alam itu: The Taman.

Lintas profesi tidak dapat menghindari ketertarikannya dengan kafe yang punya tempat parkir luas dan nyaman di empat arah dekat dinding area seluas hampir dua hektare itu. Pohon besar dengan daun rimbun memberikan kesejukan yang dicari warga urban. Jenis minuman lama seperti bandrek juga tersedia. Namun sanger espreso dengan mesin besar harga Avanza second, dan menyediakan juga kopi saring yang enak, tentu saja menjadi alasan utama warga kota itu mengatakan, kafe itu adalah kedai kopi juga.
Pegawai negeri mengopi setelah absen. Menjelang siang, para rentenir mulai beristirahat. Para sales suka menghitung bon dan laporan di sana. Para dosen sedang mengerjakan artikel, mau naik pangkat menjadi Profesor. Sudah bosan menjadi Assoc. Guru-guru sedang berusaha berjuang memenuhi tuntutan administrasi. Teungku-teungku juga suka mengopi di sana. Itulah lintas profesi maksudnya.

Di bagian dalam sisi kolam The Taman yang sejuk ada banyak pondok untuk lesehan. Sisi luarnya adalah setiap meja kayu tebal yang dikelilingi beberapa kursi kayu, membuat setiap pengunjung betah berlama-lama. Tentu saja petugas penertiban kota, kalau bisa jangan berpatroli ke sana. Karena banyak bapak ibu pegawai negeri yang akan lupa waktu bila mengopi. Tetapi mereka harmoni. Bapak ibu pamong praja dan wilayat hisbah juga suka ke sana. Tentu saja anak remaja yang suka menongkrong di bagian dekat kolam akan tidak berani berdekatan bila ada mereka. Dilarang bercampur laki-laki dan perempuan. Ada pasal soalnya. Mungkin pengecualian untuk kolam renang.

Saya pernah berwawancara dengan pengelolanya. Dia bercerita tentang pengalaman awal mendirikan The Taman.
“Bulan pertama saya sangat membatasi. Karena kekurangan modal. Pekerja hanya tiga. Bangunan untuk tempat minum bermeja baru dua. Dari tiga pekerja malah salah satu hanya fokus memasak gorengan. Satu fokus menyediakan minuman, dan satunya mengantar hidangan dan melayani. Pengunjung mulai ramai. Pekerja saya lihat sangat menderita. Tetapi saya masih ragu menambah karyawan. Akhirnya saya berpikir, jangan-jangan Tuhan ingin menyediakan rezeki untuk banyak orang melalu tangan saya.”

Dalam hal ini saya menangkap, untuk memulai sebuah usaha, kita harus punya modal utama yakni keberanian mengambil resiko. Sayangnya keberanian ini hanya dimiliki anak muda. Sebab itulah, jalan hidup hampir semua orang ditentukan saat usia muda.
Dia melajutkan.

“Maka saya memutuskan sesuatu yang bisa dikatakan terlalu berani dan gila. Saya merekrut tiga puluh orang lagi. Lengkap dengan seragam. Saya janjikan gaji pokok satu juta. Itu tidak termasuk makan, tempat tinggal bagi yang memerlukan, dan bonus-bonus bila hari laris. Maka saya lihat di kafe ini yang ramai adalah para karyawan yang mondar-mandir. Saya yakin pada Tuhan. Saya yakin Tuhan akan mencukupkan untuk gaji dan bonus mereka. Bayangkan, Bang. Gaji pokok mereka saja sudah tiga puluh tiga juta. Saya menargetkan untuk bulan pertama, seratus juga buat mereka, gaji dan bonus. Saya percaya, seratus juta itu mudah saja bagi Tuhan. Ini ada tiga puluh tiga hamba-Nya yang akan diberi rezeki melalui kafe ini. Saya berdoa setiap saat dalam hati. Alhamdulllah tamu setiap hari semakin ramai. Parkiran penuh. Semua meja belum kosong sudah terisi.”
Orang yang yakin pada Tuhan, beban masalahnya menjadi ringan. Saya tidak tahu bagaimana atheis menyelesaikan masalah hidupnya. Biasanya bunuh diri.
“Dua karyawan saya fokuskan mengatur parkiran. Ada tiga khusus untuk memasak gorengan. Ada tiga yang kerjanya khusus merapi-rapikan meja dan sebagainya. Bulan pertama, mereka, ada lima yang saya lihat potensial saya jadikan joki. Alhamdulillah, di bulan kedua itu, keuntungan bersih saya sekitar tiga ratus juta. Seratus juta saya habiskan buat gaji dan bonus para karyawan.

Saya percaya apa yang dia katakan. Karena jualan kopi itu untungnya banyak. Makanya banyak warung kopi di kampung tidak merasa berat bila banyak pelanggannya berhutang. Bandingkan dengan warung kelontong. Kalau kita berutang, rusak dia.

“Bulan ketiga, tamu terus bertambah. Saya rektut dua joki ahli yang gajinya masing-masing tiga puluh juta. Bulan-bulan selanjutnya keuntungan bersih berkisar empat ratus hingga lima ratus jutaan. Saya bangunkan musala dan dua bale-bale untuk tempat istirahat laki-laki dan perempuan. Para tamu umumnya mereka para pekerja lintas profesi. Ngopi sebentar, lelah: salat dan istirahat. Kemudian mereka ngopi lagi. Saya tidak terimak anak muda bermain game. Mereka akan menghancurkan usaha saya. Mereka suaranya tidak bisa dikendalikan. Itu bisa mengganggu dan membuat tamu saya minggat.”

Saya memang menemukan banyak usaha warung kopi yangawalnya menerima banyak tamu dari kalangan karyawan, pegawai negeri, guru, dan sebagainya, ketika anak remaja suka main game datang mencari wivi dan berteriak-teriak dengan kata kotor, para tamu lintas profesi itu minggat. Makanya lebih baik ada kafe khusus yang menyasar tamu anak remaja main game.

“Saya tahu anak main game itu uangnya terbatas. Sementara para pekerja lintas profesi uangnya tidak terputus. Jadi kalau mau kafenya bertahan, jangan terima anak main game. Karena tokh nanti mereka akan tidak sanggup mengopi, sementara lintas profesi sudah tidak mau datang lagi.

“Kenapa tidak dibuatkan tempat khusus buat anak main game?” tanya saya.
“Tidak bisa, Bang. Melihat mereka saja, lintas profesi sudah risih. Lagi pula, sebuah kafe harus fokus ingin menerima tamu dari kalangan mana: lintas profesi, anak-anak game, atau remaja. Awalnya saya berekspektasi kafe ini akan dipenuhi remaja. Ternyata perlahan mereka menjadi tidak nyaman. Akhirnya dikuasai lintas profesi. Jadi mereka yang menjadi fokus. Padahal, bayangkan Bang, saya menghabiskan seratus juga untuk membangun kolam karena ekspektasinya remaja. Tetapi tidak ada. Ada kolam menambah keindahan. Tetapi desain kaca memang menjadi tidak berguna. Namun tak apa. Dalam usaha, memang harus ada yang dikorbankan. Tidak perlu disesalkan.”

Efektivitas pengeluaran modal memang penting. Tetapi jangan terlalu perhitungan.

“Setiap dua tahun saya mengganti dekorasi,’ mengganti warna beberapa bagian, meskipun bangunan dan beberapa bagian saya pertahankan warna kayu alami. Kursi dan meja saya periksa dan perbaiki semua. Kalau mau berwirausaha, dan bila telah maju, kita harus terus memperhatikan hal-hal hingga detail. Jaman sekarang saingan banyak. Kita tidak boleh lengah dan terlena. Kalau memang masih mau menjadikan itu sebagai usaha. Kalau tidak yang ganti pekerjaan saja. Saya sendiri masih setiap hari datang memantau. Saya punya ruiangan pribadi di sini (sambil dia menunjukkan sebuah dinding kaca hitam dekat kolam).

Saya jadi ingat di sebuah kota. Ada sebuah kafe yang setiap dua tahun sekali ganti nama. Ganti kursi dan meja. Ganti dekorasi. Awalnya saya kita ganti yang menyewa. Rupanya sama. Ternyata mereka sengaja meremajakan semuanya. Mereka sadar bila tidak berinovasi, bisa kalah dalam persaingan.

Mendengar semua cerita dia, dan memperhatikan kafenya, saya jadi sadar bahwa saya salah tempat mencari data. Setidaknya untuk konteks penelitian ini. Kalau saja penelitian ini untuk bidang ekonomi dan usaha kreatif, maka akan relevan. Tapi saya dan kami hendak meneliti tindakan kaum remaja dalam tempat publik.

Tapi tidak masalah. Data, dokumen, dan transkrip wawancara penelitian itu semacam abadi sifatnya. Nanti kalau ada kebetuhan penelitian bidang ekonomi kreatif pengusaha muda, saya sudah punya data yang bagus.

Baca Juga

“Pulitek” Orang Aceh: Politik Keterusterangan

Pengalaman-pengalaman serupa tentulah dapat kita temukan di berbagai kesempatan, bahwa dalam relasi sosialnya, terutama dalam dunia politik, keterusterangan merupakan tipikal dari orang Aceh.

Kisah Persahabatan di Balik Meja Kerja

Waktu terus berjalan, tetapi persahabatan dan kenangan di balik meja kerja itu tetap hidup dalam hati mereka. Meskipun jalan hidup membawa mereka ke berbagai arah, ikatan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun tidak akan pernah hilang.

BUKAN DI TANGAN MPR

Malah, sekarang, kita lebih mengkhawatirkan kapasitas partai politik, yang lebih mengejar hasil instan elektoral dengan mengajukan pelawak sebagai calon wakil walikota.

MEKKAH YANG DEKAT

Mekkah adalah tanah impian. Semua muslim mendambakan menginjakkan kaki di sana. Dari Mekkah, tempat di mana sakralitas ibadah haji dilakukan, cerita mengenai hubungan muslim dengan Tuhan dan masyarakatnya bermula.

Menyoal Frasa Wali Keramat dalam Cerpen Ada Sepeda di Depan Mimbar

Namun, pada poin kedua, di sini, imajinasi Khairil Miswar sama sekali bertolakbelakang dengan imajinasi saya. Gambaran imajinatif sosok Teungku Malem yang dianggap wali keramat, namun dia menghasut Tauke Madi untuk tidak lagi memperkerjakan orang yang tidak salat, bukan main anehnya