Aceh Tamiang merupakan sebuah kabupaten hasil pecahan dari Aceh Timur. Kabupaten Aceh Tamiang ini terletak di perbatasan antara Provinsi Aceh dengan provinsi Sumatra Utara. Mayoritas penduduk di daerah ini merupakan Suku Tamiang atau suku Melayu Tamiang.
Mayoritas masyarakat Tamiang biasanya bekerja di sektor pertanian, baik petani padi, karet rambung maupun perkebunan sawit.
Perkebunan karet di Indonesia sendiri mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini berkaitan dengan pesatnya perkembangan industri mobil, terutama di Negara Amerika Serikat.
Sejak tahun 1987 hingga sekarang peningkatan konsumsi karet dunia melampaui produksinya, di antara lain disebabkan meningkatnya pemakaian karet untuk kebutuhan sehari-hari bagi industri barang yang mendapatkan bahan baku dari karet.
Permintaan terhadap karet alam mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan naiknya harga minyak mentah yang disebabkan biaya produksi karet sintetis sebagai subsitusi karet alam menjadi mahal. Melonjaknya harga karet belum tentu diimbangi dengan permintaan sehingga meningkatnya harga jual karet alam.
Karet merupakan jenis tanaman yang mudah diusahakan dan dapat tumbuh di daerah tropis seperti di Aceh Tamiang. Tanaman karet ini merupakan tanaman tahunan dan bisa berproduksi sampai mencapai umur tanaman 25-30 tahun.
Kapasitas tumbuhan karet maksimun yang dapat ditanami sekitar 476 batang pohon per hektak, namun tidak semua bibit yang ditanam akan bertumbuh selamat dari 476 batang dan biasanya yang dapat bertahan hidup sekitar lebih kurang 450 batang.
Walaupun banyak petani yang kurang memahami tentang budidaya tanaman karet yang baik, tetapi mereka banyak yang membuka lahannya untuk dijadikan perkebunan karet.
Tanaman karet di Kabupaten Aceh Tamiang, Kecamatan Tamiang Hulu dan Kejuruan Muda merupakan daerah yang menghasilkan karet terbesar di Kabupaten Aceh Tamiang. Hal ini dapat didukung oleh potensi alam di daerah ini dan memiliki area yang lumayan luas dan jumlah tenaga kerja yang cukup tersedia.
Di kecamatan Tamiang Hulu sendiri memiliki luas perkebunan karet 6.920 Ha dengan produksi 3.852.00 Ton. Sedangkan perkebunan karet di Kecamatan Sekerak memiliki penghasilan karet terendah dari 11 Kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang. Di kecamatan Sekerak ini juga mengalami pemerosotan produksi tanaman karet sejak tahun 2011.
Dengan murahnya harga karet di masa pandemi ini sejumlah petani karet di Kabupaten Aceh Tamiang mengeluh dengan harga jual karet yang kian menurun, sejak penyebaran pandemi virus Corona sehingga berdampak merosotnya pendapatan mereka. Harga getah karet saat ini hanya berkisaran Rp 11.000 per kilogram.
Juhardi, 53 tahun, warga Kampung Desa Bundar, Kecamatan Karang Baru mengatakan merosotnya harga karet di masa pandemi ini menjadikan kehidupan para petani karet termasuk dirinya semakin sulit.
“Dulu saat harga karet tinggi sekitaran Rp 15.000 perkilogram, kami bisa hidup sejahtera meskipun tidak kaya. Tapi kini saya merasakan kesulitan dan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari sudah tidak dapat memenuhinya,” kata Pak Juhardi, seorang petani karet.
Juhardi mengeluhkan, harga getah karet saat ini sudah berlangsung sekitaran sebulanan. Bahkan sebelumnya harga karet berkisar Rp.6000-7000 per kilogram. Ia menuturkan akibat penurunan harga karet ini dirinya dan para petani lainya kini harus berutang di Bank.
“Untuk menutupi kebutuhan sehari- hari saya mencoba membuka kios dengan dagangan kecil-kecilan, itu pun modalnya harus meminjam ke pihak bank,” tambah Pak Juhardi.
Beliau mengaku, saat ini dalam seminggu hanya bisa mengumpulkan getah sebanyak 25 kg dari luas kebunnya 1 hektar dan rezeki yang diperoleh dari menderes rambung itu hanya Rp. 255.000. Hal ini tidak sebanding dengan jarak tempuh yang setiap harinya beliau lalui jika hendak pergi ke kebun untuk menyadap getah miliknya.
“Jarak tempuh dari rumah saya sampai ke perkebunan karet saya sekitar kurang lebih 9 kilometer, atau setengah jam waktu perjalanan tepatnya di Desa Blok 8, Kecamatan Bandar Pusaka. Jadi untuk biaya minyak sepeda motor setiap harinya saja saya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 15.000 dan itu belum lagi untuk lainya,’’ ujarnya.
Saat ini petani karet berada dalam kondisi impitan ekonomi. Sedangkan kebutuhan rumah tangga semakin banyak, mulai dari kebutuhan makan hingga kebutuhan untuk anak sekolah.
Editor: Khairil Miswar