Ibu rumah tangga merupakan pekerjaan utama seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki anak. Namun tidak tertutup kemungkinan perempuan menjalani peran ganda sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga.
Secara umum perempuan harus memikul tanggungjawab utama untuk pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak.
Namun menjalankan dua peran sekaligus sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga tidaklah mudah. Perempuan harus dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan pekerjaannya.
Tidak adanya keseimbangan antara pekerjaan dan rumah tangga akan menimbulkan stres bagi perempuan di mana ada perasaan tertekan dalam menjalankan peran ganda tersebut.
Secara umum perempuan dapat mengalami stres psikologi lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki memiliki keterbatasan peran dalam urusan rumah tangga dan pengasuhan anak yang akhirnya menyebabkan perempuan mengalami konflik peran.
Pengambilan keputusan pada wanita karier sekaligus ibu rumah tangga memiliki tantangan tersendiri bagi perempuan. Ada asumsi bahwa wanita karier memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu rumah tangga murni, sehingga suami mau tidak mau harus memiliki andil dalam pembagian tugas dalam rumah tangga.
Namun demikian perempuan tetap masih mengerjakan sebagian besar tugas rumah tangga meskipun perempuan tersebut juga berkarier.
Sebagian masyarakat kita melihat wanita atau istri bekerja atau bahkan sebagai tulang punggung keluarga masih menjadi sesuatu yang tabu. Ada stereotipe yang terbentuk bahwa kaum laki-lakilah yang memiliki tanggung jawab bekerja mencari nafkah bagi keluarganya. Sementara itu, wanita masih dilekatkan pada pekerjaan-pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, dan yang lainnya.
Di Aceh banyak ibu rumah tangga yang bekerja sekaligus berperan menjadi ibu bagi anak-anaknya dan istri bagi suaminya, hal ini biasanya karena faktor ekonomi atau pendapatan suami yang tidak mencukupi sehingga para wanita ikut serta dalam membantu suami untuk mencari nafkah.
Sebagian besar para ibu di Aceh bekerja sampingan seperti berjualan secara online, atau bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan sebagainya.
Partisipasi ibu yang bekerja bukan hanya ingin menuntut kesetaraan gender dengan laki-laki, namun juga ingin menunjukkan aktualisasi dirinya sebagai manusia yang bermanfaat bagi keluarga, lingkungan kerja maupun dirinya.
Pendidikan tinggi juga mendasari perempuan untuk bekerja, beberapa tahun menjalankan pendidikan akan merasa sia-sia jika ilmu atau keterampilan tersebut tidak diterapkan dalam dunia pekerjaan. Hal ini juga akan mempengaruhi status sosial.
Dalam Islam, derajat perempuan sangatlah tinggi. Perempuan dalam berbagai kesempatan memiliki peluang bekerja layaknya kesempatan yang dimiliki laki-laki. Di masa Rasulullah, terdapat contoh konkret sosok perempuan yang sukses mengembangkan karier yang diiringi dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Sosok tersebut adalah Sayyidah Siti Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bekerja bagi perempuan dan istri diperbolehkan asalkan dilihat dari unsur kemaslahatan yang ada dan disesuaikan dengan kondisi.
Mengapa banyak ibu yang menjalankan peran ganda sehingga rentan mengalami stress? Bagi para ibu kedua hal tersebut bukan merupakan sebuah pilihan karena menjadi wanita karier dan ibu rumah tangga sesuatu yang harus dijalankan secara bersamaan.
Menjadi wanita karier merupakan sebuah hasil pencapaian yang diinginkan dan memiliki tanggung jawab besar kepada orangtua yang telah menyekolahkan. Untuk mendapatkan pencapain tersebut tidaklah mudah maka dari itu kebanyakan perempuan merasa sia sia jika meninggalkan pekerjaannya begitu saja.
Begitu pula menjadi ibu rumah tangga. Sebagai manusia kebutuhan berkeluarga juga penting, mengurus suami anak dan rumah merupakan tugas perempuan sebagai ibu rumah tangga untuk mengabdikan diri kepada keluarga sehingga dapat menciptakan keluarga yang diinginkan.
Editor: Khairil Miswar