Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki banyak suku bangsa dengan beragam adat istiadat yang berbeda-beda satu sama lain. Sejak berabad-abad lamanya setiap suku memiliki seni budaya yang unik sebagai warisan yang tetap dilestarikan hingga kini. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sudah mengenal sebuah kebiasaan yang menjadi tradisi dan akan turun temurun sebagai pertahanan adat.
Aceh merupakan salah satu wilayah yang penuh dengan kekayaan budaya. Beraneka ragam dan bermacam-macam seni budaya. Kesenian merupakan ekpresi jiwa dan budaya yang digunakan untuk mengekpresikan rasa keindahannya.
Seni tari merupakan cabang seni yang dimiliki setiap daerah yang sering disebut dengan tarian daerah yang terikat dengan fungsi juga mempunyai keterikatan dengan adat istiadat satu daerah.
Tari Sekapur Sirih adalah salah satu bentuk tari yang berasal dari Aceh Tamiang. Kesenian Sekapur Sirih salah satu tarian tradisional khususnya yang bersifat kerakyatan, tidaklah terlepas dari pola kehidupan sosial budaya masyarakat suku Melayu di Aceh Tamiang.
Dalam budaya Melayu, istilah “sekapur sirih” lazim dimaknai sebagai pengantar atau penyambutan. Hal ini berkaitan dengan “sirih” yang oleh orang-orang Melayu digunakan sebagai simbol penyambutan dan penghormatan kepada tamu.
Oleh karena itu di beberapa daerah Melayu seperti di AcehTamiang, ada tari sekapur sirih yang mewakili tarian menyambut tamu kehormatan.
Tarian Sekapur Sirih ini sudah lama ada, meskipun tarian sekapur sirih ini tidak hanya menjadi satu-satunya tarian persembahan penyambutan tamu di Aceh Tamiang. Tetapi tarian sekapur sirih sangat sering digunakan masyarakat Melayu di Aceh Tamiang untuk menyambut tamu seperti acara pernikahan dan acara-acara resmi lainnya.
Tari Sekapur Sirih merupakan tarian tradisional yang menggambarkan nuansa masyarakat Melayu di Kabupaten Aceh Tamiang yang ramah tamah dalam menyajikan sirih (makanan khas Melayu) sebagai tanda penghormatan kepada tamu dan upacara adat.
Tari Sekapur Sirih telah ada sejak tahun 1960-an dengan nama tari memakan sirih namun beberapa tahun kemudian, tari ini mulai pudar. Kemudian pada tahun 2001, tari Sekapur Sirih digarap kembali oleh Syafinh Arham S.pdi, dan menghubungkan dengan tarian sebelumnya dengan menyatukan dengan tarian penyambutan tamu dan Sekapur Sirih.
Tari Sekapur Sirih memiliki sebelas ragam gerak yang ditarikan oleh 7 orang penari putri dan ada juga penari putra untuk dampingan penari putri, namun masyarakat Melayu Aceh Tamiang jarang menggunakan penari yang putra.
Pemusik merupakan unsur terpenting dalam penyajian musik iringan tari Sekapur Sirih. Pemukul gendang pada penyajian musik diiringi tari Sekapur Sirih memainkan biola secara serentak dalam posisi duduk di belakang penari.
Busana merupakan unsur pendukung yang terdapat dalam tarian, namun busana yang biasa digunakan penari tari Sekapur Sirih ialah baju kurung dan kain songket berwarna kuning. Mengapa warna kuning? Karena warna kuning melambangkan warna khas Melayu Aceh Tamiang. Pada bagian kepala penari biasaya menggunakan sanggul lipat pandan dan aksesoris yang terdiri dari rantai, pending, gelang, dan selendang berwarna kuning yang digunakan untuk penari.
Properti yang digunakan dalam tari Sekapur Sirih yaitu tepak (kotak yang berisikan racikan sirih) siap makan. Di dalam tepak tidak hanya berisikan sirih melainkan buah pinang dan berbagai macam permen.
Pada tata penyajian biasa menggunakan panggung dan biasanya ditampilkan di lapangan terbuka.
Tari sekapur sirih adalah tari persembahan masyarakat Melayu di Aceh Tamiang dalam menyambut pengantin. Salah satu keunikan tari Sekapur Sirih ini adalah proses penyambutannya yang dipersembahkan dalam tarian.
Di akhir tarian biasanya para penari akan menyuguhkan tepak yang berisikan sekapur sirih kepada tamu terhormat dan meminta mereka untuk menyicipinya. Hal ini dilakukan sebagai simbol atau bukti bahwa para tamu tersebut menerima sambutan selamat datang dari masyarakat (Tuan rumah).
Dalam perkembangannya, tari Sekapur Sirih masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditampilkan dalam setiap pertunjukannya agar terlihat menarik, namun tidak meninggalkan ciri khas serta keasliannya.
Sebagai tarian selamat datang, sekapur sirih hadir mendeskripsikan perasaan lapang dan terbuka masyarakat Aceh Tamiang terhadap tamu yang berkunjung ke daerah mereka. Juga, mewakili ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan masyarakat atas kedatangan tamu tersebut.
Sebuah tarian adat yang di dalamnya termuat tradisi tuan rumah menyambut tamu dengan sirih dan pinang.
Keunikan lain juga terlihat pada penyerahan sekapur sirihnya, jika pada tari penyambutan lain, penyerahan tepak berisikan sekapur dan sirih pada gerakan inti, maka pada tarian ini diletakkan dibagian akhir. Pemberian sirihnya pun disampaikan dengan tepak yang terbuat dari kayu yang sudah diukir.
Dalam praktiknya, para penari sekapur sirih membawakan tari dalam tiga bagian terstruktur, yakni gerak awal , gerak inti dan gerak terakhir.
Editor: Khairil Miswar