“Setetes Getah Karet, Harapan Hidup Masyarakat Perkebunan”

Desa Perkebunan Pulau Tiga merupakan salah satu desa di Aceh Tamiang. Di desa Perkebunan Pulau Tiga mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani karet. Kebanyakan dari mereka sudah menjadi petani karet sejak remaja hingga sekarang. Selain hasil karet di desa ini juga banyak hasil  pertanian lainnya seperti perkebunan kelapa sawit, jagung, dan padi.

Penyadapan getah karet dilakukan dengan mengiris permukaan batang secara melintang. Getah karet yang keluar kemudian ditampung di dalam wadah. Penyadapan pada pohon karet dilakukan pada saat pohon kering supaya menghasilkan getah yang banyak dan  jika pada musim hujan menyadap karet dilalukan setelah pohonnya kering supaya pohon karet awet dan tidak terkena jamur.

Penyadapan getah karet pada daerah ini biasanya dilakukan seminggu sekali, yaitu pada hari Minggu dan mereka menjual hasil sadapannya ke agen, lalu para agen akan mendistribusikan karet tersebut ke pabrik-pabrik yang ada di Sumatra Utara.

Seperti yang kita ketahui karet memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya karet gelang yang merupakan potongan karet yang berbentuk melingkar yang dibuat dari getah alami. Bahkan getah karet juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan ban. 

Namun Pada saat ini di desa kami mengalami kemarau panjang yang mengakibatan para petani terpukul, sebab dampak dari kemarau panjang membuat produksi petani karet sangat menurun drastis.

Otomatis kondisi ini membuat pendapatan masyarakat perkebunan menurun drastis. Tak hanya hasil produksi yang menurun tetapi harga jual karet yang tak kunjung naik.

“Biasanya penghasilan karet perbulannya sekitar 400 kg, namun pada saat ini hanya mendapatkan 300 kg saja, bahkan kadang-kadang di bawahnya,” ujar Kasri (47), salah satu petani karet di desa Perkebunan Pulau Tiga.

Menurut beliau semenjak musim kemarau tetesan getah tidak seperti hari-hari biasanya  karena karet lebih cepat kering karena kondisi cuaca yang begitu panas, akibatnya penghasilannya menurun drastis.

“Jika musim hujan hasil karet akan menurun tetapi saat kemarau tiba hasil karet yang kami dapatkan lebih parah dari musim hujan. Getah karet sebagai harapan kami, karena kami tidak memiliki keterampilan lain untuk bekerja yang lainnya, apalagi faktor usia yang sudah tidak muda lagi,” ujar Sutarno (56).

Beliau berharap harga karet tetap setabil seperti saat ini dan musim kemarau cepat berakhir karena dengan hasil karetlah mereka dapat mencukupi kebutuhan kelurganya. Untuk mencari pekerjaan lain pun mereka tidak memiliki keterampilan yang cukup baik karena sejak dulu mereka hanya menggeluti bidang pertanian karet saja.

Ketua RT Dusun Wonosari juga menyatakan jika pekan ini banyak petani karet yang kian terpuruk karena musim kemarau panjang yang mengakibatkan hasil sadapannya sedikit padahal harga karet pada saat ini sudah lumayaan membaik dari sebelumnya yaitu di angka  Rp 10.000 per kilogram .

Penyebabnya yaitu faktor iklim, musim kemarau yang membuat daun-daun mengiring dan berguguran kemudian kadar air yang perlukan pohon berkurang sehingga bukan hanya produksi karet saja yang menurun tetapi kualitasnya juga.Sehinga faktor tersebut sangat mempengaruhi pendapatan petani, karena di masa pandemi Covid-19 ini banyak bahan makanan yang melonjak dan memasuki bulan suci Ramadhan termasuk salah satu penyebabnya melonjaknya bahan pangan. 

Meskipun harga karet pernah berada di titik terendah, namun karena karet adalah mata pencarian masyarakat sejak turun temurun dan mudah merawatnya sehinga masih menjadi primadona  bagi masyarakat Desa Perkebunan Pulau Tiga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pada saat ini harga karet yang mulai stabil membuat petani girang, namun sayang tidak semua petani girang karena  ada beberapa petani yang terlanjur menebang pohon karet dan digantikan dengan kebun sawit maupun kebun sayuran lantaran tak tahan menghadapi anjloknya harga karet yang terjadi dalam tujuh tahun terakhir. 

Di tengah pandemi Covid-19 ini hanya karet dan jahe yang mengalami kenaikan  yang melonjak sedangkan seperti kopi, kelapa sawit dan lada malah mengalami penuran harga dari tahun sebelumnya.

Sedangkan faktor kenaikan harga karet dikarenakan  produksi otomotif di China kembali berjalan normal, dan pabrik-pabrik beroprasi dalam kapasitsas maksimal. Selain dari China, permintaan karet juga didukung oleh Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena kebutuhan sarung tangan karet yang dibutuhkan tenaga medis di Amerika serikat untuk menangani pasien Covid-19.

Harapan masyarakat desa perkebunan pulau tiga harga karet tetap stabil diangka Rp.10.000 supaya ekonomi mereka tetap baik meskipun di tengah pandemi Covid-19. Dan musim kemarau panjang cepat berlalu supaya hasil karet kembali normal, bukan hanya dalam bidang pertanian karet saja yang menurun saat musim kemarau panjang, bahkan sebagaian besar daerah di desa ini jika musim kemarau panjang mengalami kekeringan sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena air adalah sumber kehidupan dan setetes getah karet yang jatuh ke wadahnya merupakan harapan besar bagi kami.

Editor: Khairil Miswar

Baca Juga

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.

Penyebaran Modern Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Bahasa Melayu Pasai yang telah luas penyebarannya telah menjadi sarana komunikasi efektif dalam menyatukan masyarakat Nusantara. Penguasaan bahasa Melayu Pasai yang sangat luas juga menyebabkan terjadinya penyerapan berbagai kosakata lokal masing-masing. Sehingga membuat bahasa Melayu Pasai itu terus mengalami penyempurnaan sebagai bahasa persatuan.

Transformasi Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Dalam pengantar karyanya Mir’at Al-Tullab Abdurrauf Al-Singkili menegaskan:

“Maka bahwasanya adalah Hadarat yang Mahamulia (Paduka Seri Sulthanah Taj Al-‘Alam Safiat Al-Din Syah) itu telah bersabda kepadaku daripada sangat lebai akan agama Rasulullah bahwa kukarang baginya sebuah kitab dengan bahasa Jawi yang dibangsakan kepada bahasa Pasai yang muhtaj (diperlukan) kepadanya orang yang menjabat qadi pada pekerjaan hukmi daripada segala hukum syara’ Allah yang mu’tamad pada segala ulama yang dibangsakan kepada Imam Syafi’i radhuallahu ‘anhu”  :