Dampak Covid-19 Terhadap Pendidikan di Alue Dua

Sejak pandemi Covid 19 menyerang hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia, telah menyebabkan kepanikan luar biasa bagi seluruh masyarakat, terutama dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak, virus yang berasal dari China tepatnya Wuhan ini diketahui sudah mulai masuk ke Indonesia pada awal bulan Maret 2020 dan menyebar hingga saat ini.

Sejak saat itu semua masyarakat menjadi bingung dengan menyebar luasnya virus yang menyebabkan banyak jiwa menjadi korban dan menimbulkan ketakutan yang berlebihan pada warga.

Saat pemerintah mulai mengeluarkan surat edaran tentang adanya Lockdown hingga tutupnya  tempat-tempat belajar seperti sekolah dan lembaga-lembaga belajar lainnya, telah membuat banyak perubahan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang setiap harinya dilakukan dengan tatap muka kini berubah menjadi pembelajaran berbasis daring (BDR)

Pembelajaran ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya penyebaran virus Covid 19 antara guru dan murid. Proses pembelajaran (BDR) menyita banyak kegiatan belajar anak sehingga anak enggan untuk beraktivitas dan lebih suka untuk menonton tv.

Dunia pendidikan anak pun kini menjadi berubah, yang awalnya mereka belajar dengan bebas dan bermain di lingkungan terbuka, sekarang harus menjaga jarak. Banyak anak yang mengeluh ingin bermain di luar dengan teman-temannya, tetapi karena takut penyebaran virus maka mau tidak mau mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

Saya menggali informasi dari salah satu guru PAUD Al Qisah Desa Alue Dua  yang bernama Ibu Saputri. Beliau menceritakan tentang latar belakang PAUD Al Qisah yang berdiri pada tahun 2008 dan beroperasi sampai sekarang. Pembiayaan PAUD ini sudah ditanggung oleh desa dan sudah temasuk PAUD gampong.

Kepala PAUD bernama Ibu Silvia Andriani dan ketua yayasan Ibu Suryati S.pd serta ada tiga orang guru pengajar.

Sekolah ini memiliki dua ruang kelas belajar yang terbuka serta kantor dan sarana prasarana yang sudah memadai. PAUD ini memiliki 24 murid yang tercatat di dapodik.

Sebelum virus Covid 19 melanda, semuanya masih berjalan dengan baik-baik saja, walaupun dengan murid yang hanya berjumlah 24 orang mereka masih menjalankan proses pembelajaran seperti biasanya, tetapi pada saat virus Covid menyerang masyarakat, timbul kecemasan orangtua terhadap anaknya yang membuat proses pembelajaran menjadi terhambat, karena orangtua meminta untuk sementara waktu proses pembelajaran tidak berlangsung tatap muka sampai keadaan membaik. Pihak sekolah pun mendengar keluhan orangtua murid terhadap penyebaran virus  dan menyetujuinya.

Berhubung surat edaran dari pemerintah pun sudah sampai maka pihak sekolah membuat preses pembelajaran dilakukan di rumah (BDR) melalui media sosial (hp) agar proses pembelajaran tetap berlangsung tetapi dengan bantuan orang tua sebagai guru di rumah.

Meski begitu pihak sekolah tidak melepas sepenuhnya kepada orangtua, “Kami tetap mengirimkan materi kepada wali murid agar anak mereka tidak ketinggalan pelajaran,” ujar Ibu Saputri.

Setelah beberapa bulan kemarin banyak sekolah yang ditutup dan kini pemerintah mengizinkan sekolah-sekolah untuk melangsungkan pembelajaran secara tatap muka kembali dengan mematuhi protokol kesehatan dan memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai hand sanitizer. Dan batas jam pulang sekolah sekarang tidak seperti biasanya, yang pulang jam 11:00 kini menjadi pulang lebih awal.

Walaupun sekolah telah berlangsung kembali tetapi pihak sekolah membuat proses pembelajaran dibagi menjadi 2 shift untuk mengurangi penyebaran virus dan keramaian. Anak yang hari ini belajarnya di rumah (BDR) dikirimi materi pembelajaran oleh guru dan seterusnya untuk shift selanjutnya.

“Kami pun sebagai guru harus bekerja sama dengan orangtua murid, agar proses pembelajaran tetap berjalan dan dapat  menciptakan pembelajaran untuk anak. Sebagai guru saya ingin mereka dapat merasakan pengalaman baru di tengah pandemi covid 19, dan kami memanfaatkan waktu dengan kegiatan mereka di rumah sebagai bahan ajar seperti merapikan tempat tidur, membantu ibu, menyikat gigi dan membereskan mainan dan dari situ tanpa mereka sadari mereka telah belajar tentang kemandirian dan bersosialisasi dalam membantu ibunya,” ujar Ibu Saputri. 

Selanjutnya untuk menambah informasi yang lebih jelasnya saya mewawancarai Ibu Sri sebagai narasumber dari orang tua salah satu murid. Mereka menceritakan bahwa wabah Covid 19 ini sangat menggangu masyarakat dan membuat proses pembelajaran pada anak mereka menjadi terhambat, alhasil dari dampak ini sekolah sempat tutup dan mereka harus membagi waktu untuk mengurus rumah dan menjadi guru buat anak merema.

“Mau tidak mau dari pada anak  kami ketinggalan pelajaran saya menjadi guru di rumah dengan sebisa saya,” kata Ibu Sri.

Setelah mendengar informasi dari pihak sekolah dan orangtua murid, saya pun berinisiatif untuk menyalurkan ilmu yang saya punya dalam membantu pembelajaran di PAUD tersebut selama Kuliah Pengapdian Masyarakat (KPM) di Desa Alue Dua.

Editor: Khairil Miswar 

Baca Juga

Melampauai Integrasi Ilmu: Dari Jamiah Baiturrahman Ke Jamiah Khairiyah

Setelah Jamiah Baiturrahman, lebih dua ratus masyarakat tidak belajar ilmu-ilmu umum. Barulah setelah kehadiran Tuanku Raja Keumala, Jamiah Khairiyah mampu menghadirkan kembali kajian-kajian ilmu-ilmu umum berbarengan kajian ilmu-ilmu agama yang melampaui integrasi ilmu. Namun itu belum cukup untuk mengembalikan semangat untuk kembali menjadi masyarakat yang terbuka, modern, dan kosmopolit. Dampak perang melawan Kolonial Belanda berkepanjangan, ditambah tidak belajar ilmu-ilmu umum sudah sangat lama, masih terasa hingga kini.

Cermin dan Kehidupan: Melihat Kualitas Diri dalam Setiap Pantulan

Ketika kita berusaha untuk memahami dan menjelaskan tentang dunia luar, kita ternyata justru sedang memproyeksikan keyakinan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita hidupi…. Kita bukan menilai dunia apa adanya, tetapi dunia sebagaimana yang kita yakini. Inilah mungkin, mengapa kita perlu untuk sesekali mencoba melihat dunia dari perspektif orang lain.

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.