Senjakala Berhala, Nubuwah Filsafat dan Panjang Umur Makrifat

Dalam sejarah manusia, Tuhan yang Maha Hidup telah diberhalakan oleh agamawan dan kemudian dikurung dalam ruang, nama dan simbol tanpa wajah. Tuhan yang Maha Nyata dipaksa menjadi gaib, sehingga sama sekali tanpa bentuk dan tanpa wajah. Nietzsche dianggap telah membunuh Tuhan, namun ketika sebagian manusia yang beragama membenci Friedrich Wilhelm Nietzsche, di saat bersamaan mereka justru membunuh Tuhan dengan agama. Ketika Nietzsche menyelamatkan Tuhan dengan Filsafat, orang – orang beragama justru membunuh Tuhan dengan agama.

Senjakala Berhala dan Anti Kristus adalah buku yang di tulis oleh Nietzsche tahun 1888. Buku ini ditulis bersamaan dengan ditulisnya “Ecco Hommo” 1888, bersamaan dengan ditulisnya Ecce Homo, sebuah autobiografi yang ditulis oleh Nietzsche sendiri. Nietzsche mengumumkan “God is Dead” pada tahun 1883 dan mengumumkan dirinya sendiri sebagai Dionysius (Sang Pembunuh Tuhan) dalam Ecce Homo.

Secara lurus tegak dan apa adanya buku ini berisi penyangkalan Nietzsche akan Tuhan, kutukan-kutukannya kepada agama-agama. Tetapi meski buku itu berisi kebencian Nietzsche akan kebuntuannya dalam menemukan Tuhan, Nietzsche masih menyelipkan beberapa pujian kepada satu agama, yaitu Buddha, sebagai agama yang realistis. Nietzsche percaya bahwa Tuhan di dunia ini adalah manusia-manusia unggul. Dan dengan begitu ia mendeklarasikan bahwa ia Anti-Kristus, karena Tuhan Yesus Kristus telah mati di kayu salib.

Filsafat memang telah meruntuhkan feodalisme, filsafat juga telah menyelamatkan agama dari menjadi artekat, menjadi fosil menjadi benda hidup. Filsafat memang telah menghancurkan sebagian dunia, membebaskan sebagian dunia bahkan menindas sebagian manusia di dunia. “Homo Homini Lupus”, kata Hobbes, “Halalkan Segala Cara” kata Machiavelli dan “Bumi ini ada untuk manusia, karena itu kuasailah manusia”, kata Heidegger.

Adolf Hitler, mendapatkan wahyu NAZI dari nubuwah filsafat Nietzsche dan Heidegger. Dari Heidegger dia mengambil bahwa ras yang unggul boleh menindas yang lain, karena cara berada manusia adalah eksistensialisme dan dari Nietzsche Hitler menerima wahyu tentang ras unggul (Ubermensch) yaitu ras Arya yang harus berkuasa di atas yang lain.

Filsafat Marx, menguasai hampir 3/4 dunia selama beberapa abad bahkan sampai kini. “Ada dan Waktu” nya Heidegger juga telah mengeluarkan manusia dari percaya begitu saja kehadirannya dari Tuhan, lalu berubah bahwa semuanya terjadi begitu saja, manusia telah ada begitu saja, karena dia tidak tahu dari mana dan hendak lalu manusia berkerumun, karena takut dan was-was, karena sedang menunggu kematian.

Filsafat juga telah membebaskan manusia dari jajahan agamawan dan dari jajahan lembaga- lembaga agama yang mengeksploitasi manusia. Socrates memilih meminum racun daripada dibebaskan karena dia ingin menyelamatkan manusia dari jajahan agamawan. Socrates dan segenap teman – temannya adalah “Intelektual Otonom” bagi Pierre Bordioue, mereka membebaskan manusia dengan otonomi pikiran filsafat daripada jajahan pikiran agama. Idealisme Jerman, telah membebaskan Perancis, menyerang penjara bastille dan membebaskan Perancis dari imperialisme raja dan kaum bangsawan.

Filsafat juga telah mengantarkan Arendth ke Amerika, membawa Nashr Hamid Abu Zayd ke Sepanyol dan kemudian menetap di Belanda. Sehingga ketika kita bicarakan dan merayakan kemerdekaan pikiran, kita harus menulis judul perayaan itu dengan “Mengenang Kafirnya Nashr Hamid Abu Zayd. Dari sini kemudian lahir teori Kurva Terbalik, di mana dunia hanya menyelamatkan dua golongan saja yaitu: Orang Kaya dan Terpelajar.

Di tempat kita, filsafat begitu ditakuti, karena dia adalah sebuah aqidah sendiri. Berakidah Filsafat berarti telah berakidah lain, di luar aqidah mainstream, padahal kata “dan” di situ dihilangkan, saking takutnya masuk ke situ.
Itulah yang saya alami di tahun 99. Saat itu rombongan tim promosi IAIN Ar- Raniry (sekarang UIN) berkunjung ke sekolah kami, MAN Sabang, mereka menceritakan tentang IAIN, lalu menyerahkan brosur kepada dewan guru dan sengaja tidak dibagikan kepada kami, agar fokus mendengar. Ketika semua selesai, dewan guru kemudian membagikan brosur kepada kami, lalu mereka kembali ke kantor. Karena sesuatu keperluan saya menuju ruang guru, lalu di sebuah meja saya menemukan brosur Fakultas Ushuluddin di mana di situ tertera jurusan Aqidah dan Filsafat, serta Brosur Fakultas Adab. Rupanya kedua brosur ini tidak dibagikan kepada siswa, yang dibagikan hanya Brosur Fakultas Tarbiyah, Syariah dan Dakwah. Saya lalu setengah protes bertanya kepada guru
“Kenapa brosur Ushuluddin dan Adab ini tidak dibagikan ke kami?”

“Sudah, kalian kuliah di 3 Fakultas itu saja, biar kalian nanti tahu ke mana”, kata seorang guru.

Dalam senja para pelajar, Perancis telah memperkenalkan filsafat dan menjadikan filsafat sebagai kurikulum resmi bagi anak- anak SMA, dari sejak SMA mereka telah kenal filsafat secara mendalam. Ecole Normal Superioure (ENS) telah melahirkan banyak sekali pemikir dan filsuf Perancis dan pemikirannya berpengaruh hingga sekarang, itu adalah buah dari Pohon Filsafat yang telah ditanam sejak SMA.

Lalu, panjang umurkah Filsafat? Dia tetap panjang umur ketika Tuhan ada dalam filsafat. Karena ketika filosof adalah otoritas di dunia bawah langit, maka wahyu adalah otoritas di langit. Tetapi filsafat dan wahyu adalah satu dalam pengetahuan Tuhan sehingga bawah langit dan langit adalah otoritasnya.

Filsafat tidak mungkin panjang umur tanpa makrifat, karena ini adalah eksistensi dari segala keberadaan.

Lalu Tuhan yang manakah yang ada dalam filsfafat ? Tuhan ini adalah Tuhan sebenarnya, bukan Tuhan di bawah telapak kaki Ibnu Arabi, yang disembah-sembah oleh manusia sepanjang zaman, tetapi Tuhan yang ada dalam diri Ibnu Arabi.

Editor: Khairil Miswar

Ilustrasi: greelane.com

Baca Juga

Cermin dan Kehidupan: Melihat Kualitas Diri dalam Setiap Pantulan

Ketika kita berusaha untuk memahami dan menjelaskan tentang dunia luar, kita ternyata justru sedang memproyeksikan keyakinan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita hidupi…. Kita bukan menilai dunia apa adanya, tetapi dunia sebagaimana yang kita yakini. Inilah mungkin, mengapa kita perlu untuk sesekali mencoba melihat dunia dari perspektif orang lain.

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.

Penyebaran Modern Bahasa Melayu Pasai (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Bahasa Melayu Pasai yang telah luas penyebarannya telah menjadi sarana komunikasi efektif dalam menyatukan masyarakat Nusantara. Penguasaan bahasa Melayu Pasai yang sangat luas juga menyebabkan terjadinya penyerapan berbagai kosakata lokal masing-masing. Sehingga membuat bahasa Melayu Pasai itu terus mengalami penyempurnaan sebagai bahasa persatuan.