Tepat ketika Mahasiswa UI dan UGM menolak untuk mengubah poster yang sudah mereka release, saya mengkhatamkan buku ini untuk yang ke 3 kalinya. Ini memang hanya buku terjemahan, tebalnya, isinya saja 1087 halaman, belum prolog dan epilognya. Buku ini saya beli di Jogja tahun 2013, buku ini saya beli beserta dengan puluhan buku lainnya, saat itu saya mendapat honor dari sebuah penelitian sebesar 7,5 juta, 4 jutanya saya habiskan untuk membeli buku sekaligus untuk membayar biaya over weight pesawat.,
Dalam sejarah hidup, ini fase terbesar saya membeli buku, tentu tidak seberapa, bila dibandingkan dengan pecinta buku lainnya. penjual buku sampai heran dan berkata “Mas, di Aceh tidak ada buku ini ya?” “Ga ada, di Aceh yang banyak buku fikih mawaris dan indahnya pernikahan dini,”jawab saya
Bertrand Russel, filosof atheis, yang oleh pengikutnya disebut tokoh spirituallis bahkan disebut sebagai nabi memang dengan apik menyuguhkan sejarah filsafat mulai dari jaman zaman kuno, pra Sokrates hingga ke masa John Dewey. Russel menguliti sejarah filsafat, tidak seperti yang biasa kita temukan dalam diktat-diktat filsafat lainya, bisa dikatakan, banyak undercover yang disuguhkan Russel dalam buku ini.
Filsafat adalah induk, yang mengajak manusia untuk menjadi bijaksana, dan Barat, sebagai induk dari filsafat membacanya dengan menabalkan Ph.D di akhir seseorang selesai menempuh jenjang doktoralnya, artinya, dia diinginkan menjadi bijaksana dengan ilmunya, tetapi harapan itu tidak semua terpenuhi, bahkan banyak juga yang doktor itu tidak bijaksana, tetapi bijak sini, artinya, ketika filsafat ditundukkan di bawah agama oleh mereka-mereka itu, maka sedetik itu mereka langsung menjadi tuhan yang menghakimi manusia lain, atau menghakimi manusia lain yang berbeda agama, berbeda keyakinan, apalagi ketika berada dalam lingkaran-lingkaran relasi kekuasaan. Tentu tidak semua seperti itu.
Tiada yang abadi dalam filsafat, apa yang disuguhkan oleh Russel ini adalah logika yang saling membantah dan saling menegasikan, dan itu sudah biasa dalam sebuah dunia pemikiran.
Saya ingin mengurai bahwa, yang paling bertanggung jawab yang menggelindingkan bola besar perubahan adalah Plato. Murid Sokrates ini paling bertanggung jawab terhadap runtuhnya kerajaan-kerajaan, membangkitkan revolusi dan mempercepat pencapaian-pencapaian umat manusia. Yang paling terkenal dari Plato adalah “anamnesis” dan teori “idea dan forma” nya.
Dua ribu tahun berikutnya, paska Plato, para filsuf lainnya tampil memperhalus, membantah dan mengubah pandangan-pandangan asli Plato dengan menanyakan dan menanyakan kembali pertanyaan esensial dan manusiawi dari Plato secara berulang-ulang.
Plato adalah yang dianggap paling sistematis dalam kerangka filsafat di zamannya, tetapi kemudian Rene Descartes mengembangkan sistem yang melompati jauh dari yang telah diwahyukan Plato, sehingga Rene digelar sebagai Bapak filsafat modern. ungkapan terkenal dari Rene adalah “Cogito Ergo Sum” , “Saya berpikir maka saya ada”.
Descartes sangat tidak menyukai “ketidakpastian”, ia menghendaki sistem filsafat yang pasti dan menghendaki kepastian, bebas dari keraguan dan semuanya bisa dipastiakn tanpa ragu-ragu, seperti halnya matematika atau sains”. Kemudian dia merumuskan sebuah “aksioma absolut” (sesuatu yang tidak bisa diragukan), maka dia mulai mempertanyakan segala sesuatu secara radikal. Ada 4 pertanyaan yang diajukan Rene yaitu :
- Bagaimana saya tahu dunia ada?
- Bagaimana saya tahu Allah ada?
- Bagaimana saya tahu yang lain ada?
- Bagaimana saya tahu saya ada?
Semua pengetahuan indrawi harus disingkirkan, dan ini adalah langkah ekstrem ketika itu, karena indra itu meragukan, dan tidak dapat dipercaya. karena tidak menemukan sesuatu yang bisa didasarkan pada indra, Rene kembali ke simpanan lamanya yaitu matematika, baginya matematika 2+2 = 4, baik dalam keadaan jaga, maupun mimpi maka jawabannya pasti 4. Tetapi dia kemudian menyingkirkan matematika sebagai bentuk absolut pengetahuan. Karena juga tidak pasti, akhirnya dia menemukan aksioma absolutnya yaitu benda berpikir. Namun sistem filsafat yang dianggap modern ini pun dikritik habis-habisan oleh filosof lainnya. Di antranya J.J Rosseua, George Berkeley, John Locke dan David Hume. Pertentangan ini kemudian dikenal dengan pertentangan antara para empiris dan rasionalis.
Tokoh yang kemudian mendamaikan kedua kubu ini adalah Immanuel Kant, dia merumuskan “Das Ding An Sich” dan juga “Imperatif Categories”. Sekian lama, Eropa dipengaruhi oleh logika dan sistem filsafat Kant. Sampai kemudian Karl Froedrich Nietzsche hadir dan menguliti habis sistem Kant. Nietzsche berpendapat bahwa sistem Kant menampilkan pengandaian yang salah yang sangat meluas di dalam sejarah filsafat, yaitu semacam “kebenaran umum yang harus ditemukan, padahal tidak seperti itu.”
Ketika Kant bicara kebenaran sebagai Imperatif Categories, Nietzsche mempertayakan itu.
Nietzsche berkata :
Apa itu kebenaran? Tidak ada hal yang seperti itu. Kebenaran hanyalah konsep yang ditemukan orang-orang Yunani bertahun-tahun yang lalu untuk meyakinkan setiap orang yang harus diperintahnya. Setiap kebudayaan yang pernah mendominasi, mengeksploitasi atau menindas kebudayaan lain telah melakukan itu atas nama kebenaran. Klaim kebenaran sebenarnya adalah klaim kekuasaan.
Lain kali kita sambung, dengan prinsip bahwa ketidaktahuan itu abadi, dan ketika dia tahu maka dia tidak lagi abadi, tetapi sudah immortal.
Editor: Khairil Miswar