Monumen Makam Sultan Alaiddin Sayed Maulana Abdul Aziz Syah Simbol Desa Bandrong Peureulak

Bandrong merupakan sebuah gampong yang terletak di Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. 

Menurut sejarah di Kecamatan Peureulak memiliki sebuah Kerajaan Islam yang diperintah oleh seorang sultan dari beberapa dinasti. Adapun dinasti yang paling pertama memerintah Kerajaan Islam Peureulak adalah Dinasti Sayed Maulana Abdul Azis Syah 840-918 Masehi atau bertepatan dengan 225-305 Hijriah. 

Di sebuah desa yang terletak di Kecamatan Peureulak yang bernama desa Banda Khalifah Bandrong terdapat sebuah makam sejarah yaitu makam Sultan Alaiddin Sayed  Maulana Abdul Aziz Syah yang di mana terdapat batu nisan yang tertulis tahun 225-249 Hijriah.

Pada lokasi pemakaman ini juga terdapat makam-makam yang lainya dan merupakan sebuah bukti bahwa Islam pertama kalinya masuk ke Indonesia melalui Aceh.

Kerajaan di Aceh sebelumnya merupakan kerajaan Fazal dari kerajaan Sriwijaya. Mengingat kembali kerajaan Peureulak adalah kerajaan fazal, maka wajar Islam masuk melalui wilayah pinggiran dari Kerajaan Sriwijaya dan tentunya saat kejayaan Sriwijaya mengalami Penurunan.

Sekarang ini lokasi situs berjarah ini kurang diperkenalkan kepada dunia luar, sehingga sangat kurang pengunjungnya. Padalah masyarakat Aceh sendiri meyakini bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di kecamatan Peureulak dengan bukti-bukti batu nisan peninggalan sejarah. 

Ditahun 2015 Monumen makam ini banyak diperbincangkan karena realisasi pembangunan untuk mempercantik ataupun memperindah monumen sejarah yang ada di kecamatan ini tidak terealisasikan padahal ini merupakan suatu simbol kebanggaan masyarakat Aceh sebagai monumen masuk dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara. Untuk itu banyak masyarakat Aceh berharap agar lembaga Wali Nanggroe dapat merekomendasikan pembangunan bersejarah ini. 

Dikatakan oleh masyarakat Aceh sendiri bahwa monumen ini terbengkalai tanpa ada pembangunan lanjutan atau perawatan dari dinas terkait, di mana di tempat ini kita ketahui banyak makam-makam peninggalan sejarah kerajaan. 

Sekelompok elemen sipil yang tergabung dalam komunitas pecinta sejarah di Kabupaten Aceh Timur mendukung sepenuhnya lanjutan pmugaran dalam situs sejarah makam kesultanan kerajaan Islam Peureulak di desa Bandrong ini yaitu Makam Sultan Sayed Alaidin Maulana Abdul Azis Syah. Beliau merupakan keturunan Arab yang mendirikan kerajaan Islam Bandar Khalifah Peureulak atau kerajaan Islam Pertama di Asia Tenggara pada tahun 840 Masehi.

Menurut informasi yang diperoleh selama ini disinyalir ada pihak yang mencoba mengusik pembangunan situs Makam Sultan Peureulak yang dilakukan oleh pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh. Sementara itu pemerhati pembangunan di Aceh Timur secara terpisah juga menyampaikan hal yang sama. Bahwa dia berharap pemugaran semua situs makam bersejarah di Aceh Timur harus berjalan dengan lancar dan tidak ada pihak yang melakukan intervensi terhadap kelancaran pembangunan situs-situs sejarah di desa ini.

Sementara itu akses menuju makam bersejarah ini akan diperbaiki, khususnya jembatan yang menjadi jalan utama menuju makam Sultan Sayed Alaidin Maulana Abdul Azis Syah ini.

Semoga dengan adanya perbaikan jembatan untuk jalan akses menuju makam ini akan mempermudah para pengunjung dari luar daerah untuk melakukan ziarah kubur atau pun melihat monumen sejarah di desa ini. 

Kita sebagai Mahasiswa yang berasal dari Aceh Timur alangkah baiknya memperkenalkan kepada dunia luar tentang sejarah makam yang merupakan simbol masuknya Islam di Aceh.

Editor: Khairil Miswar

Baca Juga

Melampauai Integrasi Ilmu: Dari Jamiah Baiturrahman Ke Jamiah Khairiyah

Setelah Jamiah Baiturrahman, lebih dua ratus masyarakat tidak belajar ilmu-ilmu umum. Barulah setelah kehadiran Tuanku Raja Keumala, Jamiah Khairiyah mampu menghadirkan kembali kajian-kajian ilmu-ilmu umum berbarengan kajian ilmu-ilmu agama yang melampaui integrasi ilmu. Namun itu belum cukup untuk mengembalikan semangat untuk kembali menjadi masyarakat yang terbuka, modern, dan kosmopolit. Dampak perang melawan Kolonial Belanda berkepanjangan, ditambah tidak belajar ilmu-ilmu umum sudah sangat lama, masih terasa hingga kini.

Cermin dan Kehidupan: Melihat Kualitas Diri dalam Setiap Pantulan

Ketika kita berusaha untuk memahami dan menjelaskan tentang dunia luar, kita ternyata justru sedang memproyeksikan keyakinan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita hidupi…. Kita bukan menilai dunia apa adanya, tetapi dunia sebagaimana yang kita yakini. Inilah mungkin, mengapa kita perlu untuk sesekali mencoba melihat dunia dari perspektif orang lain.

Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri lahir sekitar pertengahan abad ke-15 pada periode akhir Samudra Pasai. Beliau mengenyam pendidikan pada Zawiyah Blang Pria. Kemudian hijrah ke Singkil dan mengajar pada lembaga pendidikan di sana. Tidak lama kemudian, melalui Barus, Hamzah Fansuri bertolak ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu. Kembali ke Aceh, Hamzah Fansuri menetap di Fansur yakni Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ragam Orientasi Bahasa Indonesia (Asal Usul Bahasa Persatuan)

Karya ilmiah Sutan Takdir Alisjahbana seperti Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai  telah menunjukkan tentang bagaimana bahasa Indonesia sangat mampu menjadi sarana penulisan ilmiah. Penulisan ilmiah yang membuktikan kompatibilitas tinggi bahasa Indonesia sebagai sarana penulisan ilmiah selanjutnya juga dapat dilihat dalam karya Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Tulisan ilmiah tentang agama juga ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana yakni Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Karena memang bahasa Indonesia yang dulunya dalam format bahasa Melayu telah digunakan oleh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al-Sumatrani, Abdurrauf Al-Singkili, dan lainnya, telah sangat baik menjadi sarana komunikasi literatur agama.